SOFIFI, NUANSA – Polemik dugaan masalah 13 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Maluku Utara (Malut), masih berlanjut. Kini, Pemprov Malut mulai membela diri. Pihaknya bahkan dengan terbuka menyalahkan tiga Pemerintah Kabupaten, yakni Halmahera Timur, Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku Utara, Hasyim Daeng Barang, menyebutkan bahwa 13 izin usaha pertambangan (IUP) yang diusulkan ke Kementerian ESDM merupakan IUP lama yang diterbitkan kabupaten sebelum pengalihan izin ke provinsi.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi hanya punya otoritas meneruskan semua dokumen yang dimohonkan oleh pihak perusahaan melalui verifikasi dan evaluasi secara teknik.
Bahkan dari ke 13 IUP yang berasal dari 3 kabupaten itu 10 diantaranya di Halmahera Timur itu. Setelah pelimpahan wewenang tidak ada berita acara Penyerahan Dokumen Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara (P3D) secara resmi antara kabupaten dengan provinsi.
“Namun yang jelas kami dari pemerintah provinsi meneruskan semua dokumen yang dimohonkan oleh pihak perusahaan. Kalau memang dia memenuhi syarat, maka dia diterima dari kementerian. Prodak IUP yang muncul sekarang ini dari zaman kabupaten dulu, bukan di kami (provinsi),” tukasnya.
Ia mengaku saat pengalihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi pada tahun 2016 itu tidak disertakan dengan dokumen-dokumen P3D. Dokumen-dokumen itukan tidak ditemukan yang pernah diterbitkan oleh Bupati atau kepala daerah setempat.
“Kalau sektor pendidikan itu ada, mulai dari aset dan gedungnya. Sementara di sektor pertambangan itu tidak ada,” ucapnya. Hasyim menegaskan tidak ada izin baru yang diterbitkan provinsi sesuai UU Minerba tahun 2020, yang ada hanya izin lama termasuk 13 IUP yang dipermasalahkan sekarang.
“Ini sebenarnya sengaja dipolitisir dan dibesar-besarkan. Yang dipermasalahkan 13 IUP ini masyarakat tahu dikeluarkan oleh provinsi yang digembar-gemborkan, padahal ini bukan merupakan IUP dari provinsi, tapi kabupaten yang meminta kami meneruskan ke kementerian untuk didaftarkan lagi,” tukasnya.
“Kami bukan pembuat dokumen, hanya surat pengantar saja. Tapi yang berkembang di masyarakat bahwa Pemprov menerbitkan izin dokumen baru. izin apa yang baru? Ada kewenangan apa Pemprov mengeluarkan izin baru. Persepsi orang salah, dan memang mau dibesar-besarkan saja. Ini surat pengantar saja kok diributkan. Saya juga bingung. Ini hanya niat orang dipolitisirkan saja,” sambungnya.
Sementara terkait dua UIP di Halmahera Selatan, yakni PT. Aneka Tambang Resources Indonesia (ATRI) yang beralamat di Desa Baru, Kecamatan Obi, dan PT. Serongga Sumber Lestari (SSL) dengan alamat Kecamatan Obi Selatan, kata Hasyim, merupakan produk kabupaten.
Sementara yang diungkapkan Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik, terkait beberapa perusahaan yang terdaftar di sistem aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI) merupakan kebijakan pusat.
“Itu adalah prodak kabupaten, bukan prodak provinsi. Jadi yang bisa menyatakan palsu atau tidak itu lembaga terkait. Sebenarnya sistem MODI ini online, di mana semua orang yang berkepentingan bisa mengakses. Jadi cek saja di kementerian. Kita di pemerintah provinsi sebatas di kantor post hanya transit, karena tidak ada di pusat. Bukan lagi kami menyatakan bisa dan tidak. Kami hanya meneruskan, apabila ada yang bermohon,” jelasnya.
Sebelumnya, 13 IUP yang diusulkan oleh Pemprov Malut ke pemerintah pusat ini menjadi polemik, setelah adanya surat susulan dari Gubernur Abdul Gani Kasuba untuk membatalkan lantaran tidak sesuai prosedur oleh pihak Dinas PMTSP. Berdasarkan telaah dari Dinas PMPTSP Malut, 13 IUP cacat prosedur. Sehingga harus dibatalkan.
Surat usulan pembatalan ini kemudian menjadi polemik lantaran diduga adanya terjadi mafia dalam usulan pengajuan dokumen 13 IUP ini. Bahkan dari 13 IUP ini beberapa diantaran tumpang tindih dengan IUP sebelumnya. (ano/ais)