Hukum  

Kejaksaan Hadapi ‘Lawan Berat’ di Pemprov Maluku Utara

Kantor Kejari Ternate
  1. TERNATE, NUANSA – Semangat Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate pada pemberantasan korupsi, patut diapresiasi. Jajaran lembaga adhyaksa itu kian berapi-api, setelah Kepala Kejari mereka dilantik pekan lalu. Usai diambil sumpah, Abdullah, Kepala Kejari Ternate, langsung tancap gas.

Kepada wartawan, ia menegaskan, akan fokus memberantas korupsi. Abdullah mengutamakan kasus-kasus dugaan korupsi yang belum sempat dituntaskan. Komitmen Kepala Kajari dalam pemberantasan korupsi kelihatannya serius. Lihat saja, baru beberapa hari bertugas, jajarannya marathon memeriksa saksi beberapa kasus dugaan korupsi.

Ada beberapa dugaan praktik korupsi yang ditangani Kejari Ternate, termasuk dugaan korupsi anggaran hibah PKK Kota Ternate tahun 2018-2019 senilai Rp 2 miliar lebih, dugaan korupsi anggaran proyek Tetrapod di Ternate senilai Rp 1 miliar lebih dan dugaan korupsi anggaran pembangunan menara Masjid Raya Almunawwar Kota Ternate senilai Rp 3 miliar lebih.

Proyek menara Masjid Raya Almunawwar dianggarkan melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku Utara (Malut). Selama proses hukum berlangsung, penyidik Kejari Ternate telah memeriksa beberapa saksi, termasuk Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Maluku Utara, Ahmad Purbaya.

Kasi Intel Kejari, A. Syaeful Anwar mengatakan, selain Ahmad Purbaya, penyidik akan memeriksa Kepala Dinas PUPR, Djafar Ismail. Hanya saja, kapan Djafar diperiksa, belum dipastikan. Kepala Dinas PUPR harus dimintai keterangan, lantaran sebagai penanggungjawab atas kegiatan tersebut.

Djafar Ismail sempat disebut-sebut sebagai orang yang bertanggungjawab pada proyek jalan dan jembatan penghubung Desa Sayoang-Desa Yaba di Kebupaten Halmahera Selatan (Halsel). Pasalnya, proyek Sayoang-Yaba dianggarkan melalui Dinas PUPR Maluku pada 2015 lalu senilai Rp 49, 5 miliar.

Megaproyek yang dikerjakan PT. Bangun Utama Mandiri Nusa dengan SPK nomor 600.62/SP/DPU-Malut/APBD/BM/FSK.06/2015 itu pada beberapa tahun lalu diduga bermasalah, bahkan sempat diusut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara. di masa kepemimpinan Kepala Kejati Wisnu Baroto, proses hukum kasus tersebut tidak lagi dilanjutkan.

Berdasarkan penelusuran Nuansa Media Grup (NMG), proses hukum kasus tersebut dihentikan, bukan karena ada kompromi. Justru, Djafar Ismail diduga “main kasar” saat menghadapi proses hukum ketika itu. Betapa tidak, Djafar saat itu bahkan melayangkan surat ke Presiden dan Ombudsman RI. Informasinya, dalam surat itu, Djafar mengadukan jajaran Kejaksaan Tinggi.

Setelah pihak Kejaksaan Tinggi mendapat kabar bahwa pihaknya dilaporkan ke Presiden dan Ombudsman, Kepala Kejati marah besar. Meski begitu, petinggi Kejati tidak bisa berbuat banyak. Bukan hanya surat ke Presiden yang membuat jajaran Kejaksaan Tinggi tidak bisa bergerak. Tetapi beberapa pihak yang berpengaruh (pun) ikut “melobi” agar proses hukum kasus dugaan korupsi anggaran Sayoang-Yaba tidak lagi dilanjutkan. (red)