Pengusaha Besar Berulah, Nyali Pemkot Ternate Kendur

lokasi penimbunan

TERNATE, NUANSA – Pekerjaan penimbunan lahan warga di Kelurahan Fitu, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, diduga tidak memiliki izin. Penimbunan ini informasinya dilakukan oleh salah seorang pengusaha besar di Kota Ternate, DB.

Ulah pengusaha kelas ‘kakap’ itu membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate ambil sikap. Pasalnya, aktivitas penimbunan lahan tersebut membuat ruas jalan penuh dengan tanah.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate, Syarif Tjan mengatakan, sejak kemarin pihaknya sudah turun ke lapangan dan melihat langsung proses penimbunan di Kelurahan Fitu itu tidak memiliki izin kegiatan. “Jadi tidak memiliki izin operasi ini bakal berpengaruh pada hilangnya resapan air,” ujarnya kepada wartawan Nuansa Media Grup (NMG).

Pihaknya baru sebatas melayangkan surat panggilan kepada pengusaha yang melakukan penimbunan itu untuk melengkapi dokumen agar, kondisi lingkungan terjaga dalam kegiatan tersebut.

Menurut Syarif, jika mereka mau buat perumahan, harus dilengkapi dokumen izin. Tidak serta merta mereka timbun begitu saja di atas lahan sekitar 2 hektare ini. “Jika mereka masih saja beroperasi, kita akan hentikan. Dan harus pengurusan dokumen izin kegiatan penimbunan dilengkapi,” tegasnya.

Informasi yang dihimpun wartawan, lokasi penimbunan ini nantinya dibangun perumahan. Pekerjaan ini sudah dimulai tiga minggu. Akibat dari penimbunan ini, aktivitas jalan raya sangat terganggu bagi pengendara roda dua dan roda empat. Bahkan satu orang mahasiswa mengalami kecelakaan.

Sementara pemilik kebun yang enggan disebut namanya mengatakan, ia pernah melakukan pertemuan dengan pihak pengusaha, tetapi hasil pertemuan itu tidak ada ganti rugi. “Tidak ada ganti rugi,” tuturnya. Dikatakannya, lahan yang ditanami kangkung dan daun pandan itu sudah sejak lama. Namun perusahaan yang diketahui milik keluarga DB itu datang dan melakukan penimbunan.

“Kalau cerita tentang lahan ini sangat panjang, karena yang tahu benar adalah orang tua-tua sebelumnya. Sehingga kami menolak pun kewalahan, karena ini panjang ceritanya. Entah sudah ada kesepakatan dengan pemerintah kelurahan bersama pihak pengusaha, kami juga tidak tahu,” katanya.

Pihaknya sangat bergantung pada tanaman bulanan itu, apalagi sudah mau dekat Ramadhan dan kebutuhan rumah tangga. “Mau bagaimana lagi, kami tidak punya kekuatan melawan,” ucapnya dengan nada sedih. (udy/rii)