TERNATE, NUANSA – Citra Polri tercoreng lagi. Yang berulah kali ini adalah MSA, anggota Polda Maluku Utara yang bertugas di Satuan Brimob, berpangkat Bripda. Oknum Brimob itu diduga menganiaya kekasihnya yang masih berstatus sebagai sisiwi di salah satu SMA di Kota Ternate, sebut saja MA (17).
Oknum Brimob itu diduga menganiaya korban di halaman Gedung Putih, Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan, Senin (21/3) dinihari sekira pukul 00.00. Akibat penganiayaan tersebut, bibir korban pecah dan mengalami memar di beberapa bagian tubuh. Tak terima, keluarga korban akhirnya membuat laporan polisi di Polres Ternate.
Kabid Humas Polda Malut, Kombes (Pol) Michael Irwan Thamsil mengakui adanya peristiwa tersebut. Ia menegaskan, oknum Brimob itu akan diproses hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku. Senada juga disampaikan Dansat Brimob Polda Malut, Kombes (Pol) M. Erwin. Menurut dia, institusinya tetap patuh dan tunduk pada proses hukum yang berlaku.
“Kita serahkan ke penyidik Polres Ternate. Untuk di Satuan Brimob setelah adanya putusan tindak pidana yang dilakukan. Setelah itu baru dilakukan proses Kode Etik Profesi Polri (KEPP),” katanya.
Dansat Brimob menuturkan, anggota Brimob itu menangani kejahatan intensitas tinggi, kalau anggota- anggota yang tidak disiplin sangat mempengaruhi kinerjanya. Kalau ada yang bermasalah dipidanakan atau tidak lagi pantas menjadi polisi diberhentikan. “Polisi itu kan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Kalau keluarga saja tidak bisa melindungi, mangayomi dan melayani bagaimana mau melayani masyarakat,” jelasnya.
Kompolnas
Tingkah tidak terpuji MSA tersebut mendapat respons Komisioner Kompolnas RI, Poengky Indarti. Ia menyayangkan penganiayaan yang dilakukan oknum Brimob tersebut. Poengky menyarankan keluarga korban agar membuat laporan juga ke Propam Polda Malut, selain laporan secara pidana di Polres Ternate.
“Dengan demikian, jika terbukti, maka yang bersangkutan akan dikenai sanksi etik dengan ancaman hukuman maksimla berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Saya juga sarankan ke penyidik agar melakukan penyelidikan secara professional dengan dukungan scientific crime investigation, transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Menurut Poengky, tingkah MSA itu sangat memalukan dan mencederai nama baik institusi Polri, apalagi korban dalam peristiwa tersebut masih di bawah umur. Pelaku juga harus dikenai Undang-Undang perlindungan anak .
Keluarga Korban
Sementara itu, ayah korban, Jainudin Abdullah mengatakan, perlakuan buruk MSA terhadap anaknya sudah berulang kali terjadi. Bahkan Jainudin sudah pernah mengundang orang tua MSA ke rumahnya untuk membicarakan secara baik-baik terkait dengan perlakuan terhadap anaknya. Dalam pertemuan itu pula, ia juga menyuruh orang tua MSA agar memberi pembinaan terhadap anak mereka. Namun MSA tetap saja kembali mengulangi perbuatannya.
Lanjutnya, tindakan kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan MSA terhadap putrinya lebih parah sekarang ini dibandingkan sebelum-sebelumnya. Untuk itu, ia meminta agar kasus ini harus menjadi perhatian serius, karena terduga pelaku merupakan aparat kepolisian. “Jadi bagi saya ini bukan lagi kekerasan, tapi sudah masuk dalam penganiayaan dan ancaman pembunuhan. Hasil visumnya juga sudah kita sampaikan,” jelasnya.
Jainudin menambahkan, MSA juga diduga mengancam dan mencikik leher korban. Sehingga MA mengalami tekanan psikis. Bahkan, MSA juga menyuruh putri kesayangannya itu agar meloncat ke salah satu jurang yang tak jauh dari tempat tersebut. Akibat dari kejadian ini, wajah MA mengalami lebam dan bibirnya juga pecah. Luka yang dialami MA diduga dipukul dan di injak-injak oleh MSA.
“Bahkan dia (MSA) merencanakan pembunuhannya ini dengan menyuruh korban meloncat ke jurang. Saya harap pihak kepolisian terutama Kapolda, agar serius dengan kasus ini,” harapnya. (gon/rii)