Opini  

“The Capital City”: Tentang Ibu Kota Indonesia

__________

Oleh: Opickh A. R.

__________

PEMINDAHAN ibu kota itu ide brilian, mungkin kita berbeda dalam melihat kebijakan tersebut. Tentu disebabkan dari pisau analisa kita yang berbeda pula, semisal jika itu dipandang dari menu ekonomi, pasti membutuhkan anggaran yang sangat besar. Para kartel juga mikir dengan algoritma yang matang, gimana investasinya? Gimana lahan barunya, gimana survive pendapatan bruto per kapita masyarakatnya, dan seterusnya.

Atau dari perspektif politik, tentu para elit asal pulau Jawa dan Sumatera akan mendominasi penolakan pemindahan tersebut. Apalagi organisasi yang sentralistik, ada ide feodalistik yang terselubung untuk mempertahankan Jakarta sebagai “Capital City” ibu kota. Begitu juga dari perspektif sejarah pasti karena Jakarta adalah lokasinya bangsa ini diproklamirkan oleh bung Karno. Dan atau dari perspektif lingkungan, Jakarta sering terjadi banjir, langit yang selalu berkabut, macet, dan kepadatan yang tak terkendali.

Persoalan pemindahan ibu kota itu bukanlah hal yang aneh atau misteri. Dalam catatan perjalanan pepanjang sejarah, orang Cina Kuno, Romawi, dan Mesir. Mereka biasanya mengubah-ubah ibu kota wilayah mereka dari suatu tempat ke tempat yang lain dan dari waktu ke waktu. Di era modern juga banyak negara yang melakukan pemindahan ibu kota, misalnya: Brazil : dahulu Ibu kota Brasil Rio de Janeiro lalu dipindahkan ke Brasilia pada tahun 1960.

Perpindahan ibu kota negara itu telah ditolak selama beberapa dekade karena Rio de Janeiro. Tetapi karena terlalu padat kotanya dan jauh dari bagian lain negara itu. Sehingga terus didorong perpindahan tersebut, penetapan Brasilia sebagai ibu kota negara baru dimulai pada tahun 1956. Saat ini, Brasilia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, membuat perubahan itu sukses yang menginspirasi negara-negara lain untuk mengubah lokasi ibu kotanya.

Australia terdiri dari dua kota terbesar pada abad ke 19, yaitu Melbourne dan Sydney. Kedua kota itu bersaing untuk menjadi ibu kota Australia, dan tidak ada yang menyerah. Untuk menjaga perdamaian, pemerintah Australia memilih untuk mendirikan ibu kota baru lain. Setelah survei dan pencarian ekstensif, sebidang tanah di New South Wales pun menjadi ibu kota baru negara itu. Canberra menjadi ibu kota baru Australia pada tahun 1913 dan terletak di tengah-tengah antara Melbourne dan Sydney.

Kemudian Amerika Serikat: setelah revolusi Amerika terjadi kongres penentuan ibu kota AS pertemuan itu dilakukan di beberapa kota berbeda meliputi New York, Baltimore, dan Philadelphia. Konstitusi AS menyoroti pembangunan ibu kota baru negara itu di distrik federal yang terpisah. Mantan Presiden AS George Washington memilih lokasi baru untuk ibu kota negara di dekat Sungai Potomac. Baik Maryland dan Virginia menyumbangkan tanah. Pada tahun 1800, ibu kota baru dirancang dan didirikan di Washington DC. Alasan utama Washington DC dipilih sebagai ibu kota adalah karena wilayah tersebut merupakan “hasil kompromi”.

Memang setiap negara yang memindahkan ibu kotanya sudah pasti mempunyai alasan tersendiri. Begitu juga Indonesia, ada kesamaan semangat dengan Brazil. Sebab pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan timur adalah sebuah visi besar yang datang dari pikiran orang-orang nasionalisme dan patriotisme di bangsa Indonesia. Herannya adalah ada jutaan kaum intelektual yang berasal dari timur yang turut serta menolak. What’s happen brother.? Entahlah katanya berdasarkan kajian, ekologis, sosiologi, psikologi, ekonomis dan sebagainya. Padahal semua gagasan itu belur, tak jelas substansinya.

Padahal presiden Jokowi sangat membutuhkan dukungan kaum intelektual dan publik yang datang dari timur. Beda hal dengan kenaikan BBM, sembako dan minyak goreng. Kalau itu saya juga pasti menolaknya, karena berdampak negatif terhadap kualitas ekonomi Indonesia secara total. Kenapa orang timur harus setuju soal pemindahan ibu kota? in my mind, dalam literasi Geografi ada istilah yang disebut “goesfer” adalah suatu aktivitas interaksi antara sesama mahluk hidup dan dengan alam sekitarnya.

Itulah kenapa pentingnya pemindah ibu kota yang tepatnya di tengah ruang wilayah bangsa Indonesia. Agar ada intervensi alami dari hasil interaksi negara melalui ekonomi, politik, regulasi dan kebijakan strategis lainnya. Seperti ada semacam endorsement dari beberapa pikiran diantaranya: Imanuel Kant yang menyebut “benda-benda yang berdekatan secara geografis, akan saling memberi gejala”. Inilah penyebabnya kenapa setiap wilayah pasti berkepentingan untuk dekat deng Ibu kota.

Hanya karena ingin mendapatkan gejala-gejala perubahan kemajuan dari ibu kota itu sendiri. Begitu juga yang termaktub dalam bukunya Friedrich Ratzel yang berjudul “Politische Geographie” tentang konsep geografi. Ada yang diberi nama “Lebensraum” artinya bahwa kondusifitas suatu wilayah merupakan sebuah sarana bagi suatu organisme untuk berkembangan. Ratzel, melihat bahwa suatu negara akan cenderung meluaskan Lebensraum-nya berdasarkan kekuatan dan letak ibu kota yang dimiliki suatu negara tersebut.

Saya sepakat dengan pikirannya Friedrich Ratzel, sebab Jakarta tidak lagi kondusif karena banjir, macet, kekosongan ruang dan lain-lain. Kemudian dengan diresmikan Kalimantan timur sebagai ibukota maka tentu ada upaya pelebaran dan pengawasan lebensraum Indonesia. That Question adalah kalau Kalimantan timur tak layak, menjadi ibu kota. Kenapa Jakarta layak.? Jawabannya karena dimasa kolonialisme Jakarta menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda “The Capital City of Nederland at the time”.

Yang Pembangunan dan fasilitasnya mempuni untuk di jadikan Ibu kota Indonesia setelah perampasan kekuasaan di Batavia. Tentu saat itu penetapan ibu kota terjadi secara dadakan tanpa ada kajian ilmiah soal tata ruang wilayah Indonesia. Kalaupun sudah dilakukan, maka gagal menganalisa tantangan politik pembangunan di masa depan. Berbeda dengan rencana Kaltim yang akan di jadikan sebagai ibukota.

Kaltim dipilih melalui proses analisis Bapenas yang detail baik secara geografis, ekonomi, sosiologi, antropologi dan lainnya. Dan lebih ekstrim saya katakan bukan hasil tiruan kolonialisme. Bagi saya kendala utama pemerintah tidak terletak pada anggaran, agraria, sosial dan waktu semata. Tetapi lebih pada kesiapan aparatur negara yang mau berpindah domisilinya? dan kemampuan sumberdaya manusia “SDM” secara domestik di Kalimantan timur.

Oleh Paul Vidal de La Blance bahwa “kualitas kehidupan suatu negara tergantung pada kemampuan manusia dalam mengelola potensi alamnya”. Itu yang sebetulnya menjadi pekerjaan rumah bagi presiden dan kabinetnya. Jika tidak maka akan terjadi kesenjangan sosial antara pribumi dan pendatang disana. Tetapi saya sangat optimis Kalimat Timur sangat layak menjadi ibu kota karena kesiapan wilayah, posisi tepat di jantung Indonesia.

Yang semuanya demi keadilan aksesibilitas antara pulau Jawa dan Sumatra dengan Papua dan Maluku Utara. The massage for teman-teman intelektual yang nasionalis, yang patriotis, dari Kalimantan dan dari timur Indonesia. Ayo kita dorong percepatan pembangunan dan pengresmian ibu kota negara Indonesia di Kalimantan timur. Untuk kenaikan BBM, usulan presiden tiga periode dan kenaikan sembako. Kita semua tetap bersepakat menolak itu…!! So, keep going brother everything need to struggle.

Minggu, 10 – April – 2022
Muhajirin Baru, Mosel.

* Photo created : Nasroellah Pina