Hukum  

Dipecat Polda Malut dan Ijazahnya Ditahan UMMU, Rani Akhirnya Temukan Keadilan

Suasana sidang yang dijalani Rani.

TERNATE, NUANSA – Rani Andini Yasa, anggota polisi wanita (Polwan) yang dipecat Polda Maluku Utara atas tuduhan menggunakan gelar palsu, akhirnya menemukan keadilan. Perkara dugaan menggunakan gelar palsu yang disangkakan terhadap Rani, telah diputus Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Rabu (20/4).

Pada sidang dengan agenda putusan tersebut, hakim PN Ternate menegaskan, terdakwa Rani tidak terbukti menggunakan gelar palsu. Dengan demikian, Rani divonis bebas. Sebagaimana diketahui, sebelum dipecat dari Polda Maluku Utara, Rani berpangkat Bripka.

Sidang perkara Rani dipimpin hakim Iwan Anggoro Warsita didampingi dua orang hakim anggota, Ulfa Rery dan Budi Setiawan. Sidang ini dihadiri JPU Abu Patandean, terdakwa Rani, kuasa hukum terdakwa Iskandar Yoisangadji.

Majelis hakim, Budi Setiawan saat membacakan pertimbangan mengatakan, terdakwa Rani Andini Yasa, telah berhak mencantumkan gelar sarjana hukum (SH) di belakang namanya. Sebab, terdakwa sudah dinyatakan lulus ujian skripsi pada tanggal 7 Maret 2020 dan telah diberbolehkan menggunakan gelar akademik dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU).

“Hal mana ketentuan pasal 5 ayat (1) Permen Ristekdikti nomor 59 tahun 2018 tentang Ijazah, sertifikat kompetensi, sertifikat profesi, gelar, dan tata cara penulisan gelar di perguruan tinggi,” jelasnya.

Atas pertimbangan tersebut, majelis hakim berkesimpulan terdakwa telah lulus ujian skripsi dan yudisum pada tanggal 7 Maret 2020 dan sudah dinyatakan berhak menggunakan gelar, walaupun tidak mengikuti wisuda. Sebab, wisuda hanya peristiwa serimonial dan ternyata pula terdakwa sudah memenuhi semua syarat bebas akademik.

“Dalam perkara a quo tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum sebagaimana pula terhadap pembelaan penasehat hukum dipertimbangkan berdasar hukum untuk dapat dinyatakan diterima,” tegasnya.

Menurutnya, salah satu unsur dari pasal 93 junto pasal 28 Undang-undang (UU) nomor 12 tahun 2018 tentang pendidikan tinggi tidak terpenuhi, sehingga dinyatakan tidak sah dan menyampingkan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan.

Terdakwa, lanjutnya, harus dibebaskan dari segala tuntutan, maka haruslah dipulihkan hak-hak dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya. “Menimbang karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang di dakwakan kepadanya dan terdakwa berada dalam tahanan maka diperintahkan membebaskan segera setelah putusan ini diucapakan,” paparnya.

Sedangkan, dalam amar putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis hakim, Iwan Anggoro Warsita menyatakan, terdakwa Rani Andini Yasa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum.

“Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan dan memulihkan terdakwa dalam kemamluan serta kedudukan maupun harkat dan martabat,” tegasnya. Majelis juga memerintahkan, agar segara membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan ini diucapkan. “Membebankan biaya perkara kepada Negara,” tegasnya.

Sementara, terdakwa melalui kuasa hukum Iskandar Yoisangadji menerima atas putusan majelis hakim tersebut. Putusan ini tidak terbukti menurut hukum sehingga dinyatakan bebas. “Pada prinsipnya kami sependapat dengan putusan pengadilan,” jelasnya.

Karena, kata dia, putusan ini berdasarkan dengan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan bahwa terdakwa merupakan mahasiswa aktif di fakultas hukum UMMU yang terdaftar dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2020. “Hal ini didukung dengan bukti-bukti surat maupun keterangan saksi bahkan ahli yang dihadirkan JPU maupun terdakwa melalui kuasa hukum,” ucapnya.

Atas putusan tersebut, lanjutnya, pengadilan telah menegakan hukum dan keadilan. Sehingga pemecatan terdakwa Rani sebagai anggota Polri yang dilakukan oleh Polda Malut berdasarkan peristiwa pidana ini maka putusan itu tidak sah. Karena perkara pidananya diputus dan itu terdakwa dinyatakan bebas.

“Dari sisi perdata PMH (Perbuatan Melawan Hukum) terdakwa juga menang. Jadi kami akan mengambil langkah hukum terhadap institusi keliru dalam mengeluarkan putusan tersebut,” tandasnya. Sedangkan, JPU masih pikir-pikir atas putusan majelis hakim. Sebelumnya, JPU Abu Patandean menuntut pidana penjara kepada terdakwa selama 6 bulan penjara.

Kalahkan Rektor UMMU

Sementara itu, pekan lalu Rani menjalani sidang putusan atas perkara perdata. Rani mengajukan perdata lantaran ijazahnya tidak ditandatangani Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Prof. Saiful Deni.

Dalam kasus perdata itu, Rani menggugat Rektor selaku tergugat I dan Dekan Fakultas hukum, Rahim Yasin (tergugat II). Pada perkara tersebut, Rani akhirnya dinyatakan menang.

Rani Andini Yasa selaku penggugat melalui kuasa hukumnya, M. Tabrani kepada wartawan Nuansa Media Grup (NMG) menuturkan, berdasarkan putusan PN Ternate Rabu (13/4), bahwa tergugat  I dan tergugat terbukti telah melakukan PMH tidak menandatangani serta menyerahkan Ijazah penggugat.

“Putusan itu menghukum tergugat I dan II untuk menandatangani dan menyerahkan Ijazah maupun transkrip nilai penggugat yang dikuasai para tergugat,” ungkapnya.

Kata dia, berdasarkan bukti-bukti surat maupun keterangan saksi-saksi terbukti penggugat (Rani Andini Yasa) telah memenuhi semua syarat dan kewajibannya sebagai mahasiswa baik itu akademik, keuangan maupun seluruh adminsitrasi. “Terbukti penggugat telah diwisudakan sebagai mahasiswa  oleh tergugat I dan II,” paparnya.

Lanjutnya, bahwa perbuatan tergugat I dan tergugat II tidak menandatangani maupun menyerahkan ijazah penggugat merupakan perbuatan melawan hukum. “Baik penggugat maupun tergugat menerima putusan itu dan tidak menyatakan banding,” tuturnya.

Tabrani menambahkan, atas dasar putusan tersebut pihaknya akan segera mengadukan ke Majelis hukum PP Muhammadiyah. Setelah adanya putusan ini, kuasa hukum penggugat juga menyarankan agar pihak UMMU juga dievaluasi dan diberikan sanksi oleh PP Muhammadiyah. Karena jelas amar putusan pengadilan menyatakan Rektor dan Dekan melakukan perbuatan melawan hukum. “Tindak lanjut kami atas dasar putusan itu akan adukan dua orang itu di majelis hukum dan HAM PP Muhammadiyah,” tutupnya. (gon/rii)