Malam Ela-ela, Tradisi Menyambut Lailatulkadar di Kesultanan Ternate

Suasana perayaan malam ela-ela di Kesultanan Ternate.

TERNATE, NUANSA – Malam ke-27 Ramadan di Kota Ternate selalu ramai dengan tradisi bakar obor, atau oleh masyarakat Maluku Utara, khususnya di Kota Ternate menyebutnya malam ela-ela. Kamis (28/4) malam, di Kota Ternate, perayaan tradisi tahunan yang bertepatan pada malam 27 Ramadan tersebut dipusatkan di Kedaton Kesultanan Ternate.

Amatan Nuansa Media Grup (NMG), tampak hadir Wali Kota Ternate M. Tauhid Soleman, Sekretaris Kota Ternate Jusuf Sunya, Sultan Ternate Hidayatullah Mudaffar Sjah, Jo Kalem Buldan Ternate, H. Hidayatussalam Sehan, perangkat Kesultanan dan masyarakat Kota Ternate.

Jo Kalem Buldan Ternate, H. Hidayatussalam Sehan mengatakan, Ela-ela merupakan tradisi masyarakat Moloku Kie Raha sejak awal masuknya Islam untuk menyambut Lailatulkadar dan melepaskan Ramadan. “Jadi semua kemuliaan Ramadan terkumpul di 10 malam terakhir, sehingga pada malam 27 Ramadan diyakini sebagai malam Lailatulkadar,” ujarnya kepada sejumlah wartawan.

Menurutnya, tradisi Ela-ela atau membakar obor tersebut adalah seruan kepada seluruh bala kusu yang beragama Islam, agar menghidupkan malam Ela-ela itu dengan ibadah, zikir, silaturahmi dan bersyukur kepada Allah SWT. “Insya Allah dengan ritual atau tradisi Ela-ela ini, diharapkan kita semua bertemu dengan Ramadan yang akan datang dan tidak tergolong orang-orang yang merugi,” harapnya.

Suasana malam ela ela di kesultanan Ternate.

Dalam tradisi Ela-ela itu juga, kata dia, tampak hadir pula masyarakat kesultanan yang beragama Kristen untuk membawakan damar, obor dan membantu dalam menyukseskan tradisi Ela-ela tersebut. “Ini menandakan bahwa ikatan hubungan kuat kemanusiaan, toleransi, dan silaturahmi bagi masyarakat yang berbeda agama, serta suku di bawah naungan kesultanan Ternate yang sudah berlangsung selama berabad-abad,” katanya.

“Insya Allah akan tetap kami lestarikan, karena sudah 7 tahun tradisi ini terputus dan Alhamdulillah pada malam ini dengan bertahtanya Sultan Hidayatullah Mudaffar Sjah, tradisi kolano uci sabea ini kembali dilaksanakan,” sambungnya.

Imam Besar Kesultanan Ternate itu juga menambahkan, tradisi kolano uci sabea merupakan tradisi Sultan untuk turun ke Masjid kemudian diarak, dipikul dan dijinjing sebagai tanda kebesaran dan kemuliaan siar Islam. Di mana Sultan mengenakan juba hijau dan imamah khalifah yang merupakan peninggalan dari para sultan-sultan terdahulu, dan menunjukan daulatnya kerajaan Islam yang berjaya pada masa-masa silam.

“Ketika sampai di Masjid Sultan, dilanjutkan dengan melaksanakan salat isya, tarawih dan witir yang dipimpin oleh saya sendiri sebagai imam besar kesultanan, dengan membacakan ayat-ayat yang sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak awal kesultanan ini didirikan sampai akhir zaman nanti,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, Sultan Ternate pada malam ini bertemu langsung dengan masyarakat Kota Ternate dan keluarga besar untuk saling bersalaman, bersilaturahmi dan saling mendoakan satu dengan yang lain. “Saya berharap tradisi ini bisa merekatkan kembali hubungan kekeluargaan kesultanan Ternate dan seluruh rakyat bala kusu sekano-kano. Kemudian kembali saling sayang-menyayangi dalam bonaso serasai, sehingga kita mampu memberikan pelajaran dan kenang-kenangan yang terbaik bagi generasi kita yang akan datang,” pungkasnya. (tan/rii)