TERNATE, NUANSA – Dugaan pembalakan liar (illegal logging) di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), terbilang kian marak. Ironisnya, ada oknum pejabat aktif yang diduga terlibat dalam praktik ilegal itu. Sayangnya, sejauh ini aparat penegak hukum, baik itu Polres Halmahera Selatan maupun Polda Maluku Utara (Malut) tidak ambil langkah.
Terbaru, perusahaan bernama PT. Obi Eku Persada Dua diketahui melakukan pengambilan kayu di Halmahera Selatan secara ilegal. Perusahaan yang diketahui milik seorang pejabat aktif itu diduga tidak mengantongi izin usaha industri primer hasil hutan kayu (IUIPHHK).
Maraknya praktik pembalakan liar di Halmahera Selatan yang sulit disentuh aparat penegak hukum tersebut mendapat respons praktisi hukum Hendra Kasim. Menurut dia, praktik busuk itu sudah tentu sering melibatkan pejabat publik baik di tingkat daerah maupun negara. “Saya lihat praktik seperti ini jarang sekali ditangani secara serius oleh aparat penegak hukum,” katanya.
Hendra mengatakan, jika benar praktik yang dilakukan itu melanggar hukum, maka penegak hukum harus serius melakukan langkah-langkah hukum. Sebab, jelas praktik seperti ini merusak lingkungan dan memberikan kerugian secara ekonomi bagi negara.
Ia menjelaskan, secara normatif Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2003 disebutkan bahwa perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh pemerintah.
Selanjutnya, dalam Pasal 1 ayat (4) disebutkan bahwa pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi.
Pasal 13 menyebutkan bahwa penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah merupakan penebangan pohon yang dilakukan dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan 500 meter dari tepi waduk atau danau, 200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, 100 meter dari kiri kanan tepi sungai, 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai, dua kali kedalaman jurang dari tepi jurang, dan/atau 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
“Penebangan pohon yang dilakukan dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dihindari dengan mendapat izin khusus dari Menteri,”tambahnya mengakhiri. (kep)