TERNATE, NUANSA – Dugaan penyalahgunaan uang negara bukan hanya terjadi di Pemprov Maluku Utara (Malut), dimana belakangan ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Polda Maluku Utara melakukan proses hukum. Justru, hal serupa diduga terjadi juga di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).
Dari beberapa yang diketahui, baru tiga yang mulai muncul ke permukaan. Ini terjadi terhitung tahun 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 dan 2021. Pertama, terkait dengan alokasi anggaran untuk pembangunan Masjid Raya Halmahera Selatan. Proyek ini menelan dana hingga Rp 109 miliar lebih, yang diploting bertahap dari tahun 2016 hingga 2021.
Kedua, pinjaman Pemkab Halmahera Selatan dari SMI sebesar Rp 150 miliar. Dan, yang ketiga, ploting anggaran untuk operasional Bupati-Wakil Bupati senilai Rp 4 miliar lebih. Dari tiga item itu, jika ditotalkan maka nilainya mencapai Rp 263 miliar lebih. Penggunaan uang sebanyak itu setidaknya diusut. Dengan demikian, maka ada kepastian hukumnya, sehingga dugaan penyalahgunaan yang belakangan sudah mencuat, bisa ada titik terang.
Penggunaan anggaran untuk pembangunan Masjid Raya sementara ini diselidiki Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut). Sejumlah saksi telah diperiksa. Hanya saja, sudah sejauh mana progres atas proses hukumnya, terbilang belum jelas. Belum lama ini pihak Kejaksaan Tinggi hanya sebatas membeberkan bahwa ada beberapa pihak telah dipanggil dan dimintai keterangan. Rekanan kegiatan belum memenuhi panggilan. Beberapa waktu lalu sejumlah mahasiswa asal Maluku Utara menggelar aksi di KPK dan Kejaksaan Agung. mereka mendesak agar dugaan penyalahgunaan anggaran tersebut diusut.
Terkait dengan operasional Bupati dan Wakil Bupati, penyelidikannya ditangani Reskrimsus Polda Maluku Utara. Penyidik telah memeriksa para saksi, termasuk mantan Bupati Halmahera Selatan, Bahrain Kasuba. Menyangkut dengan anggaran operasional Bupati dan Wakil Bupati, Ketua Peradi Kota Ternate, Muhammad Konoras angkat bicara terkait lambannya penyelidikan.
Muhammad Konoras menjelaskan, kadang aparat penegak hukum selalu saja mengedepankan penyelesaian secara pidana dan karena itu wajib melalui penyelidikan dan penyidikan. Dalam kasus sangkaan penyalagunaan dana anggaran operasional kepala daerah dan belanja operasional wakil kepala daerah Kabupaten Halmahera Selatan, Polda Maluku Utara telah melakukan penyelidikan sejak 2021, namun sejauh ini publik tidak mendapat informasi yang valid terkait perkembangan penyelidikannya.
“Untuk itu saya berharap tindakan penyelidikan perlu dilakukan secara profesional agar memenuhi asas penegakan hukum yang cepat, sederhana dan biaya murah. Selain itu juga, untuk mendapatkan suatu kepastian hukum yang jelas. Jangan kemudian kasus yang seharusnya tidak memenuhi unsur pidana, tapi sengaja dibuat lama sehingga merugikan pihak-pihak yang berkuasa saat itu,” ujarnya.
Lanjutnya, bisa saja kasus dugaan korupsi tersebut telah memenuhi unsur pidana, tetapi sengaja diperlambat, sehinga merugikan publik bisa berspekulasi macam macam. “Untuk itu saya berharap agar Polda Maluku Utara segera menyelesaikan penyelidikan ini sesegera mungkin apakah hasilnya tidak cukup bukti atau tidak itu urusan nanti, tapi paling tidak prosesnya tidak harus berlama lama,” katanya.
Berbeda dengan penggunaan anggaran dua item tersebut, pinjaman SMI Rp 150 miliar tahun 2020 sejauh ini belum disentuh aparat penegak hukum. Terkait pinjaman Rp 150 miliar sudah menjadi pembecaraan hangat di internal Pemkab Halmahera Selatan sekarang ini. (kep)