TERNATE, NUANSA – Kasus dugaan korupsi anggaran Rp 7,8 miliar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Pemprov Maluku Utara (Malut) untuk pengadaan kapal Nautika dan alat simulator, terus direspons publik. Apalagi sudah ada fakta persidangan ketika empat terdakwa menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Ternate belum lama ini.
Dalam putusan Pengadilan dengan nomor 16/PID.SUS-TPK/2021/PN Ternate, Majelis Hakim menyebutkan secara terbuka dan begitu terang terkait dugaan keterlibatan dua pejabat Pemprov yakni Imam Makhdy selaku Kepala Dikbud dan Djafar Hamisi selaku mantan Plt Kadikbud.
Praktisi hukum Hendra Kasim angkat bicara terkait dengan masalah tersebut. Menurutnya, pertimbangan hakim dalam putusan a quo bukanlah hal yang mengada-ngada. Sudah pasti hakim berdasarkan kesesuaian fakta persidangan. Sebab itu, sudah sepatutnya Kejaksaan Tinggi menindaklanjuti putusan hakim tersebut berdasarkan hukum yang berlaku, agar terbuka dengan terang benderang kehadapan publik.
“Akan tetapi, jika Kejaksaan Tinggi tidak mengambil tindakan hukum, saya sarankan agar KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menindaklanjuti putusan tersebut. Karena jelas berdasarkan fakta persidangan yang tertuang dalan putusan pengadilan, ada pihak yang namanya disebutkan, tapi tidak diproses berdasarkan hukum yang berlaku,” ujarnya menyarankan.
Hendra mengaku sangat yakin jika dugaan korupsi tersebut diambil alih KPK, maka proses hukumnya akan berlangsung cepat. Dengan demikian, kepastian hukum akan terungkap. Tidak ada kepastian hukum pada setiap penyelidikan dan penyidikan sebuah masalah, termasuk dugaan korupsi, sudah pasti membuat nasib terduga terkatung-katung.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya oleh Nuansa Media Grup (NMG), fakta persidangan menyebutkan ada dua nama yang mestinya diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara, karena diduga terlibat dalam praktik dugaan korupsi tersebut. Mereka adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Imam Makhdy Hasan dan mantan Plt Kadikbud Djafar Hamisi.
Imam Makhdy dan Djafar Hamisi disebut menandatangani pencairan uang muka 20 persen, 70 persen hingga pencairan 100 persen proyek Nautika dan Alat Simulator. Itu tertuang dalam salinan putusan mantan terdakwa Imran Yakub, Nomor 16/PID.SUS-TPK/2021/PN Ternate. Dalam Salinan itu menegaskan, bukan Imran Yakub yang menandatangani pencairan tersebut.
Nama keduanya masuk dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ternate, saat membacakan putusan bebas terhadap terdakwa mantan Kadikbud Malut, Imran Yakub, pada sidang 16 Februari 2022 lalu. Sehingga, Djafar Hamisi dan Imam Makhdy disebutkan sebagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab, karena telah melakukan pencairan tanpa adanya permohonan pencairan, progres pekerjaan dan berita acara serah terima. (lex)