Hukum  

Ini Peluang KPK Ambil Alih Kasus Nautika Dari Kejati Malut

Kantor KPK.

TERNATE, NUANSA – Satu per satu praktisi hukum Maluku Utara (Malut) angkat bicara terkait kasus dugaan korupsi anggaran pengadaan kapal Nautika dan simulator di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Maluku Utara tahun 2019 senila Rp 7,8 miliar.

Ini menyusul adanya fakta persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Ternate pada saat empat terdakwa menjalani sidang. fakta persidangan menyebutkan ada dua nama yang mestinya diperiksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara, karena diduga terlibat dalam praktik dugaan korupsi tersebut. Mereka adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadikbud) Imam Makhdy Hasan dan mantan Plt Kadikbud Djafar Hamisi.

Imam Makhdy dan Djafar Hamisi disebut menandatangani pencairan uang muka 20 persen, 70 persen hingga pencairan 100 persen proyek Nautika dan Alat Simulator. Itu tertuang dalam salinan putusan mantan terdakwa Imran Yakub, Nomor 16/PID.SUS-TPK/2021/PN Ternate. Dalam Salinan itu menegaskan, bukan Imran Yakub yang menandatangani pencairan tersebut.

Praktisi hukum Iskandar Yoisangaji menjelaskan,  karena perkara ini sejak awal ditangani Kejaksaan Tinggi, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melakukan supervisi berdasarkan tugas KPK sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pasal 6 huruf d menyatakan, KPK bertugas melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kaitan dengan pelaksanaan supervisi diatur dalam peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 102 Tahun 2020 tentang pelaksanaan supervisi pemberantasan tindak pidana korupsi pada pasal 1 ayat (4) menyatakan supervisi adalah kegiatan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi guna percepatan hasil penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi serta terciptanya sinergitas antar instansi terkait.

Menurutnya, berkaitan dengan supervise, maka KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Jika sudah dilakukan penyidikan dan penuntutan, maka KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan.

Lanjut Iskandar, permintaan agar KPK melakukan supervisi atas kasus ini dikarenakan kejaksaan tidak mau menindak lanjuti temuan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan sebagaimana telah dinyatakan dalam pertimbangan majelis hakim berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 16/PID.SUS-TPK/2021/PN Ternate. (kep)