TERNATE, NUANSA – Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Maluku Utara (Malut) dipertanyakan. Selama ini data terkait IKLH Maluku Utara sulit diakses. Hal itu bisa terjadi karena auditor lingkungan tertutup dan tidak mempublikasi data tersebut. Ini disampaikan Sekretaris Wilayah Barikade 98 Maluku Utara, Samar Ishak pada Nuansa Media Grup (NMG), Rabu (11/5).
Menurutnya, begitu banyak perusahaan pertambangan yang beroperasi di Maluku Utara, tentu berdampak pada tercemarnya lingkungan, baik itu laut, sungai, danau dan teluk serta ruang udara. Setidaknya masyarakat mendapat akses data IKLH untuk mengetahui titik-titik mana saja di daerah ini sudah tercemar dan belum tersentuh.
Samar mengatakan, PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM) diduga tidak memiliki izi rekomendasi teknis penggunaan air permukaan sungai Tabobo. Jika benar, tentu saja hal itu menyalahi aturan yang berlaku. Ada pembagian wilayah pengelolaan sungai yang telah diatur dan disyaratkan dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 50 Tahun 2015 tentang izin penggunaan sumberdaya air yang diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang mestinya menjadi rujukan.
Selain itu, masyarakat di lingkar tambang NHM telah diberi izin untuk menambang di IUP NHM Gosowong, sementara Izin Pertambangan Rakyat belum keluar. “Hal-hal sepertinya harus dicegah. Pemerintah harus ambil sikap. Karena ini menyangkut dengan masa depan daerah.
Samar menambahkan, perusahaan pertambangan Wanatiawa Persada di Pulau Obi, Halmahera Selatan diduga memanfaatkan air permukaan tanah hampir mendekati ambang batas yang disyaratkan. Meski begitu, tidak pernah ada pengaktifan kembali soal audit lingkungan yang diisyaratkan untuk diekspos ke masyarakat. (rii)