TERNATE, NUANSA – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ternate, akhirnya angkat bicara atas kasus dugaan mafia tanah yang dilaporkan puluhan warga Kelurahan Mangga Dua Utara, Kota Ternate di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut beberapa waktu lalu.
Meski begitu, BPN Kota Ternate kelihatannya tidak mau terbuka lebih jauh atas masalah tersebut yang diduga ada oknum pegawai BPN yang terlibat dalam dugaan mafia tanah sebagaimana dilaporkan warga ke Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kota Ternate, Rio Kurniawan saat dikonfirmasi mengatakan, dugaan mafia tanah itu sementara diproses hukum Kejaksaan Tinggi, sehingga tidak perlu lagi dikonfirmasi.
“Terkait laporan warga ke Kejaksaan Tinggi kan sudah masuk. Kami rasa tidak perlu ada yang dikonfirmasi. Biarkan Kejaksaan Tinggi yang memproses. Kita tinggal menunggu waktu waktu proses dan perkembangannya,”ujarnya pada Nuansa Media Grup (NMG), Selasa (31/5).
Respons BPN ini mendapat tanggapan Dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate, Muhammad Tabrani. Ia meminta BPN Kota Ternate harus terbuka ke publik terkait dengan dugaan mafia tanah tersebut. Tabrani menegaskan, BPN sebagai institusi publik, seharusnya wajib untuk terbuka ke publik. Karena hal-hal yang diinformasikan adalah menyangkut dengan kepentingan publik.
“Bahasa tidak perlu itu tidak boleh keluar dari institusi publik. Kewajiban dia sebagai institusi publik, seharusnya memberikan klarifikasi ke publik. Dan wartawan sebagai corong informasi publik, berkewajiban menyanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik. Jadi tidak etis, tidak menjalankan keterbukaan informasi publik dan tidak transparan,” tegasnya.
Menurut Tabrani, laporan warga ke Kejaksaan Tinggi terkait dengan dugaan keterlibatan oknum pegawai BPN dalam pusaran kasus mafia tanah melalui penerbitan sertifikat, tentunya penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh BPN adalah menjadi prodak hukum dari BPN. Namun itu merupakan keputusan tata usaha negara. Keputusan ini, lanjutnya, sudah menjadi prodak institusi, bukan lagi pribadi-pribadi terkait di BPN yang diduga terlibat dalam mafia tanah.
Praktisi hukum Maluku Uatara ini juga mendesak kepada Kejaksaan Tinggi agar segera memanggil dan meminta klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait. Disamping itu, ia juga menyarankan kepada warga yang melapor untuk menyurat ke Kanwil BPN untuk membatalkan sertifikat itu, atau mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Ambon.
“Kejaksaan segera mengklarifikasi terhadap BPN, pelapor dan lain-lain apakah dalam kasus ini ada perbuatan pidananya atau tidak. Warga yang merasa dirugikan atas penerbitan sertifikat ini bisa menyurat ke Kanwil BPN untuk membatalkan sertifikat itu, atau Kanwil BPN melakukan ajudikasi kepada BPN Ternate. Atau juga warga bisa menempuh ke PTUN,” tukasnya.
Sebagaimana diketahui, laporan dugaan mafia tanah melalui penerbitan sertifakat ini dilakukan lantaran BPN Kota Ternate menerbitkan sertifikat kepemilikan lahan atas nama Andy Tjakra dengan luas lahan 9.900,33 meter persegi.
Menurut warga, lahan tersebut masuk dalam daerah sepadan yang ditimbun dan ditempati. Sehingga itu, tidak bisa diterbitkan seritifakat kepemilikan. Warga juga menduga, penerbitan sertifikat ini dilakukan secara diam-diam oleh oknum pegawai BPN Kota Ternate dan Andi Tjakra yang namanya tercatat sebagai pemilik lahan tersebut. (tox/rii)