TERNATE, NUANSA – Wacana pergantian nama Provinsi Maluku Utara kian hari kian disoroti. Adalah Forum Akademisi Pemerhati Maluku Utara (FAPMU) yang pertama kali mendengungkan ide soal pergantian nama itu. Ide itu lalu dibantah oleh akademisi hingga politisi.
Kali ini, ide pergantian nama Maluku Utara kembali mendapat tanggapan dari Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Tinggi Kepamongprajaan (IKAPTK) Kota Ternate, Aldhy Ali.
Menurutnya, usulan pergantian nama Provinsi Maluku Utara adalah sah-sah saja, karena ruang itu telah diatur dalam Permendagri Nomor 30 Tahun 2012 tentang pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, Perubahan Nama Ibu Kota dan Pemindahan Ibu Kota.
“Tentunya dalam memberikan nama atau pergantian nama harus memenuhi kaidah toponimi dan melalui naskah akademis serta usulan dari pemerintah daerah atau masyarakat,” jelas Aldhy.
Aldhy menambahkan, kaidah penamaan juga harus memperhatikan faktor sejarah, budaya dan adat istiadat. Selain itu, tentunya harus melibatkan usulan DPRD dan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri. Sehingga proses akhirnya akan dikeluarkan Peraturan Pemerintah yang ditandatangani oleh Presiden.
Seandainya proses pergantian tersebut berjalan lancar hingga ditandatangani oleh Presiden, Aldhy justru menyoroti konsekuensi yang ditimbulkan. Di mana konsekuensi itu adalah soal biaya karena dokumen kependudukan harus disesuaikan dan diganti, mulai dari KTP, KK, akta hingga passport dan dokumen kependudukan lain.
“Soal ini yang harus diperhatikan sehingga ide soal pergantian nama ini perlu dikaji secara matang dalam melihat plus minusnya serta urgensinya,” tambah Sekretaris DPRD Kota Ternate ini.
Menurut Aldhy, wacana pergantian nama bukanlah hal yang baru. Seperti beberapa tahun lalu Provinsi Jawa Barat pernah mewacanakan perubahan nama menjadi Provinsi Sunda. Untuk merangkum dan memfasilitasi pandangan bupati atau wali kota dan DPRD se-Provinsi Jabar sampai saat ini masih berbeda pendapat. Salah satu yang menjadi perdebatan ialah ada sekian juta dokumen yang harus diganti atau disesuaiakan yang tentu saja itu berdampak pada konsekuensi biaya dan tenaga. (kep)