Daerah  

Terkait Mafia Tanah, Akademisi Sesalkan Respons Pemkot Ternate

Abdul Kadir Bubu.

TERNATE, NUANSA  – Sikap Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate yang kelihatannya tidak mau bertanggungjawab atas dugaan mafia tanah di Kelurahan Mangga Dua Utara, Kecamatan Kota Ternate Selatan, mengundang reaksi keras berbagai pihak. Publik marah keras lantaran sikap Pemkot Ternate yang disampaikan Sekretaris Kota (Sekkot) Ternate, Jusuf Sunya, terkesan tidak ambil pusing dengan penerbitan sertifikat tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang diduga menyalahi prosedur.

Dosen Hukum Unkhair Ternate, Abdul Kader Bubu juga ambil bagian untuk menyoroti respons Pemkot Ternate atas masalah yang menimpa masyarakat Kelurahan Mangga Dua Utara. menurutnya, pernyataan Sekkot  yang mengaku tidak mengetahui dikeluarkannya sertifikat kepemilikan tanah oleh BPNKota Ternate, patut dipertanyakan kembali.

Proses penerbitan sertifikat kepemilikan lahan, setidaknya berjalan berjenjang dari pemerintahan tingkat kelurahan sampai ke Pemkot, sehingga pemerintah pasti mengetahui proses tersebut. Apalagi, warga setempat juga mengakui bahwa ada janji dari mantan Wali Kota Ternate mendiang Burhan Abdul Rahman untuk menerbitkan sertifikat kepemilikan tanah terhadap warga setempat, paling tidak ini menjadi pintu pembuka agar mencari terang polemik tersebut.

“Seorang Wali Kota menyampaikan begitu tidak mungkin tidak punya dasar, pasti sudah memiliki informasi yang utuh tentang status tanah itu. Karena itu harus ditelusuri benar atau tidak sertifikat itu terbit pada tahun 2003. Sekkot itu sudah jadi bagian dari pemerintahan sejak almarhum mantan Wali Kota ada, dan karena itu Sekkot pasti tahu kalau Wali Kota bicara begitu,” ujarnya kepada Nuansa Media Grup (NMG), Kamis (2/6).

Abdul Kadir Bubu mengatakan, Pemkot Ternate tidak boleh lepas tangan dengan polemik ini. Ia mendesak agar Pemkot mengidentifikasi lebih jauh proses penerbitan sertifikat tersebut, karena menyangkut dengan kepentingan banyak orang. “Pemerintah itu harus tetap melayani masyarakat, apapun masalahanya termasuk sertifikat yang sementara menjadi sengketa,” tegasnya.

Kandidat Doktor di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini mengatakan, Pemkot Ternate juga wajib menelusuri tahun penerbitan sertifiakat oleh BPN Kota Ternate. Di mana, sertifikat lahan itu diterbitkan sejak tahun 2003. Karena, bagi dia, tidak menutup kemungkinan tahun penerbitan sertifikat ini tahun penerbitannya dihitung mundur.

“Wajib untuk pemerintah mengidentifikasi di kelurahan dan kecamatan bagaimana dengan status tanah yang sebesar itu. Sembilan hektare itu bukan lahan yang sedikit, baru berada di pusat kota yang sebelumnya lahan itu adalah air laut lalu tiba-tiba ditimbun. Ditimbun itu pasti berdasar,”ujarnya.

Sekadar diketahui, polemik penerbitan seritifikat tanah ini telah diproses hukum oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara setelah warga setempat melapor. Laporan ini dilakukan lantaran BPN Kota Ternate menerbitkan sertifikat kepemilikan lahan atas nama Andy Tjakra dengan luas lahan 9.900,33 meter persegi di daerah sepadan. (tox/rii)