TERNATE, NUANSA – Sikap Gubernur Maluku Utra, Abdul Gani Kasuba, yang meminta bantuan anggota DPR RI dari Partai Gerindra dapil Nusa Tenggara Barat (NTB), Bambang Kristiono, untuk memperjuangkan pemerakan Sofifi sebagai ibukota Maluku Utara, masih menjadi pembahasan menarik.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Dr Saiful Ahmad merespons permintaan Gubernur tersebut. Menurutnya, Gubernur Abdul Gani Kasuba terlalu lemah dalam membangun komunikasi ke setiap anggota DPR RI maupun DPD RI yang dapilnya di Maluku Utara.

Ketua Asosisasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Provinsi Maluku Utara ini juga menegaskan, seluruh anggota DPR RI dan DPD RI dari dapil Maluku Utara tersebut juga tidak bisa lagi dipercaya. Indikatornya, jika wakil Maluku Utara di Senayan itu masih peduli terhadap daerah, kenapa Gubernur meminta bantuan anggota DPR RI dari dapil provinsi lain. “Itu artinya, mereka (anggota DPR RI dan DPD RI) sudah tidak dipercaya lagi oleh Gubernur. Suruh mereka mengundurkan diri saja,” ujarnya pada Nuansa Media Grup (NMG).
Saiful mengatakan, yang menjadi penghambat didorongnya pemekaran ibukota Sofifi, adalah pola komunikasi antara Gubernur dan tujuh wakil Maluku Utara di Senayan, tidak berjalan dengan baik. Tidak hanya itu, lanjutnya, selama ini tidak ada satu forum antara Gubernur dan para wakil rakyat di Senayan itu, untuk duduk bersama dalam rangka membahas Sofifi.
“Itulah yang kemudian, masing-masing punya pendapat, punya kepentingan dan keinginan, tidak ada yang menyatukan. Padahal mestinya, di situlah peran Gubernur untuk memfasilitasi agar membangun daerah ini,” jelasnya.
Lemahnya komunikasi Gubernur untuk kepentingan pemekaran Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara, membuat Dosen Ilmu Politik UMMU ini menyarankan agar Gubernur mengundurkan diri dari jabatannya. Kata dia, Gubernur tidak memahami pola komunikasi di lintas wakil rakyat maupun yang lainnya. “Jadi Gubernur sangat lemah, bila perlu Gubernur juga nengundurkan diri,” sarannya tegas.
Meski begitu, mantan anggota DPRD Povinsi Maluku Utara ini mengaku, bahwa permintaan Gubernur terhadap anggota DPR RI dapil NTB untuk memperjuangkan ibukota Sofifi, tidak menyalahi aturan. Hanya saja, permintaan tersebut harus pada sektor tertentu yang tidak ada anggota DPR RI dapil Maluku Utara yang menduduki komisi pada sektor tersebut.
“Mestinya, yang dilakukan adalah berkoordinasi dengan anggota DPR RI dapil Maluku Utara untuk menyambungkan ke anggota DPR RI dapil lain agar memperjuangkan secara bersama. Itu artinya, dia (Gubernur) tidak paham pola komunikasi itu,” pungkasnya. (tox/rii)