TERNATE, NUANSA – Satu lagi perusahaan pertambangan di Maluku Utara (Malut) diduga melakukan tindakan semena-mena terhadap karyawannya yang tidak lain adalah putra-putri daerah. Perusahaan yang menggarap potensi Bijih Besi di Kabupaten Pulau Taliabu itu bernama PT. Sumber Dian Mandiri (SDM).
Perusahaan ini diduga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tiga karyawan secara sepihak. Mereka yang diberhentikan itu adalah Suparto Ajiji, Sukmawati dan Gafur Umaternate. Merasa dipecat secara sepihak, tiga mantan karyawan tersebut menggugat PT. SDM di pengadilan.
Abdul Sahrul Bukalang selaku penasehat hukum (PH) tiga pekerja tambang itu menjelaskan, tiga kliennya dipecat secara sepihak dengan cara yang berbeda. Suparto Ajiji di-PHK perusahaan karena dinilai melakuan pelanggaran berat. Suatu ketika, Suparto mengalami kecelakaan saat bekerja. Sebagai driver Truk, ia mengalami kecelakaan, sehingga Truk yang ia bawa rusak. “Nah, perusahaan menganggap Truk yang rusak itu sebagai pelanggaran berat yang dilakukan Suparto. Padahal Suparto mengalami kecelakaan saat beraktivitas,” jelasnya.
Sedangkan untuk Sukmawati, menurut Sahrul, ia di-PHK dengan alasan roster kerja yang hendak diberlakukan pihak perusahaan. Padahal sebelumnya roster kerja yang diterpakan yaitu, 5 hari bekerja 2 hari off kerja. Namun pihak PT. SDM tidak lagi memberlakukan roster kerja sebelumnya dan mengubah roster kerja menjadi 10 minggu kerja dan 2 minggu off kerja. Dengan itu, Sukmawati merasa keberatan dan mengajukan permohonan PHK. Namun demikan, pihak perusahaan justru memutasi Sukmawati ke PT. SDM yang ada di Makassar, Sulawesi Selatan.
“Alasan ibu Sukmawati keberatan dengan roster kerja baru yang mau diberlakukan, itu karena sebelumnya pihak perusahaan dan karyawan telah membuat perjanjian bersama tentang roster kerja, tapi ketika perusahaan mau mengubah roster kerja, disitulah muncul masalah. Yang berikut ibu Sukmawati ada anak balita waktu itu. Dengan alasan itu, beliau mengajukan permohonan PHK,” jelasnya.
“Jadi berbeda antara permohonan PHK dan mengundurkan diri, itu yang harus digaris bawahi. Bahkan ibu Sukmawati juga dicekal, perusahaan mengeluarkan surat yang ditujukan kepada security untuk melarang ibu Sukmawati beraktivitas di dalam perushaan,” bebernya.
Begitu juga Gafur Umaternate. Ia di-PHK oleh pihak perusahaan dengan alasan yang tidak tepat. Gafur di-PHK lantaran status kontrak kerjanya dianggap telah berkahir. Padahal, ia sudah sejak lama mengabdikan dirinya untuk perusahaan tersebut.
“Pak Gafur ini sekalipun belum diangkat sebagai karyawan terap oleh pihak perusahaan, tetapi menurut Undang-Undang ketenagakerjaan dengan melihat masa kerja yang begitu lama, maka secara hukum, status hukum beliau sudah beralih dari karyawan kontrak ke karyawan tetap,” tutur Sahrul.
Menurutnya, masalah tersebut telah diadukan ke dinas terkait di Pulau Taliabu sudah cukup lama, tetapi tidak direspons dengan baik. Pada 2 Mei 2022 lalu, dinas terkait di Taliabu melimpahkan masalah tersebut ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Maluku Utara untuk melakukan mediasi.
“Setelah dimediasi Disnakertrans, belum ada kesepakatan antara kedua pihak. Yang gagal dalam perundingan tersebut adalah ibu Sukmawati dan Suparto. Jadi kami tinggal menunggu risalah dan anjuran yang dikeluarkan oleh mediator. Sedangkan Gafur Umaternate, kami masih menunggu terkait nominal uang pesangon dari pihak perusahaan,” ujarnya.
Sahrul menegaskan, setelah risalah dan anjuran telah dikeluarkan oleh pihak mediator dari Disnakertrans Maluku Utara, maka pihaknya akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Ternate. “Risalah dan anjuran ini sebagai tiket untuk mengajukan gugatan hubungan industrial di Pengadilan,” tegas PH.
Sementara itu, Kasi Pengupahan Perselisihan Hubungan Industrial Disnakertrans Maluku Utara, Jainudin Sangadji menambahkan, telah melakuan mediasi anatara pihak karyawan dan perusahaan terkait. Hanya saja, di antara tiga karyawan tersebut, dua karyawan tidak menghasilkan kesepakatan dengan pihak perusahaan. Sehingga, lanjutnya, pihaknya akan mengeluarkan risalah dan anjuran terhadap pihak yang merasa dirugikan. “Anjuran dan risalah itu sebagai syarat untuk melakukan gugatan hubungan industrial di Pengadilan Negeri Ternate,” pungkasnya. (tox/rii)