Opini  

Sepenggal Surga yang Hilang di Timur Indonesia

Rafsan R. Daraim

Oleh: Rafsan R. Daraim

Sekretaris PD KAMMI Ternate

 

Indonesia ibarat sepenggal surga yang diletakkan Tuhan di muka bumi, hitung saja berapa banyak potensi yang kita miliki. Budaya, hutan, laut, tambang, pertanian, pariwisata bahkan Indonesia memiliki sumber energi yang lengkap. Berdasarkan kalkulasi ini, kita adalah negara yang paling lengkap dari segala sisi.

Mestinya dengan berbagai potensi yang ada, sudah sewajarnya kita bisa menjadi negara yang mampu mengendalikan berbagai hal ditingkat internasional. Kita mestinya menjadi negara yang dapat menopang kehidupan masyarakat tanpa perlu khawatir dengan pesaing yang bercokol di dalam negara ini. Sebab kitalah yang memberikan mereka izin untuk masuk. Karena itu, kita dapat mengendalikan mereka.

Namun demikian, negara surga ini telah menjelma bak neraka. Berbagai teori pengembangan daerah yang ada tidak mampu menyelesaikan polemik yang terus menerpa berbagai lapisan masyarakat, mulai dari mereka yang bekerja di instansi negara sebut saja honorer yang mulai terancam ditendang hingga masyarakat biasa yang semakin sulit bernapas akibat biaya hidup yang semakin besar. Padahal kita hidup di tempat yang memiliki berbagai potensi, terutama Maluku Utara.

Akhir-akhir ini mencuat perdebatan di berbagai kalangan persoalan nama Provinsi  Maluku Utara. Apakah perlu diganti atau tidak? Masih banyak persoalan yang lebih berpengaruh terhadap masyarakat yang kiranya perlu dievaluasi, misal moral generasi yang merosot, korupsi, pungli, mafia ekonomi dan masih banyak lagi yang belum terselesaikan.

Melihat keluar dari persoalan tersebut, masyarakat yang hidup di daerah yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) ini malah makin merintih. Sebut saja satu contoh kasus yang sempat membuat Maluku Utara membara saat harga kopra sebagai salah satu mata pencaharian utama masyarakat di Maluku Utara anjlok di pasaran. Banyak sekali pelajar dan mahasiswa yang hampir putus sekolah akibat penghasilan orang tua yang kecil. Ini merupakan bukti nyata bahwa sumber penghasilan yang kecil juga biaya pendidikan cukup mahal terjadi di daerah ini. Dalam kondisi yang demikian, tidak ada satupun kebijakan dari pemerintah yang dapat mengatasi hal tersebut. Alih-alih bertindak, justru ada sebagian birokrasi yang mencoba main-main.

Hal ini menunjukkan bahwa, bukan persoalan kondisi fisik ataupun gelar yang disandang oleh daerah tersebut yang menentukan pembangunan suatu daerah, melainkan kelompok kecil kreatif yang bisa menyentuh langsung regulasi dan mengarahkan kebijakan yang dapat memengaruhi seluruh aspek daerah dalam hal ini pemerintah. Dalam teori perubahan kita butuh kepemimpinan yang handal disamping mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Mestinya hal inilah yang perlu diperhatikan oleh cendikiawan dan pemangku kebijakan. (*)