Opini  

Generasi Baru dan Reposisi “Nusa Kie Raha”

Basri Amin.

Basri Amin

Parner di Voice-of-HaleHepu

 

Setahun NMG

Media ini hadir di tengah-tengah arus perubahan yang satu-sama lain sepertinya “bergantian” mematahkan setiap harapan baru di jazirah ini. Pilihan besar tak begitu banyak tersedia bagi kawasan ini. Di masa kini, makin terasa bahwa pilihan-pilihan itu semakin menyempit, tapi sekaligus berpotensi menjadi pusaran baru dalam merubah banyak hal.

NMG membuka ruang bagi perubahan itu!

Mereka yang bekerja di NMG tengah bertaruh untuk banyak hal. Mereka mendengungkan “dunia” Maluku Utara yang selalu tergugat setiap kali generasi baru lahir. Kawasan kepulauan ini (terbiasa) mencari-cari masa lalunya ketika ketidakpastian masa depan berhadap-hadapan dengan pencarian figur-figur publik yang men-janji-kan harapan baru.

Melalui NMG, sepertinya sebuah jalan (percakapan) masa depan tengah ditawarkan. Bahwa ke-Nusa-an di Kepulauan Maluku (bagian) Utara sejatinya adalah dunia “Kie Raha”.

Nusa Kie-Raha adalah sebagai penegasan keragaman di satu sisi, sekaligus sebagai kebersamaan cita-cita bagi pembentukan “Indonesia modern” yang menyerap kebaruan dan pembauran dari banyak kawasan dan jalur-jalur sejarah. Di jazirah inilah semua proposisi masa depan tengah diuji dan dibuktikan.

Kendati ke-Utara-an tak sepenuhnya membentangkan cakrawala yang jauh, tetapi ke-Maluku-an sudah berabad-abad –-dan terus-menerus diyakini dan diregenerasi—sebagai sebuah keabadian dan menjadi pegangan. Sebagai hasilnya, di setiap badai sejarah yang hadir di Nusantara dan yang bergerak di Timur dan di Barat seolah-olah menyapa (arah) jazirah ini di titik ordinatnya yang ‘tak bergerak’: kawasan kesultanan dan kepulauan.

Yang terkesan berulang dilupakan adalah bahwa generasi jazirah ini sudah silih-berganti. Pertarungan antar kelompok adalah basis pengalaman bersama yang melelahkan. Pengulangan momentum politik yang congkak kepada kaidah-kaidah pemerintahan modern pun sudah menjenuhkan percakapan publik. Untung saja karena kekayaan alam yang (masih) tersedia masih memberi serpihan-serpihan diskursus bahwa kawasan ini masih dipandang orang –-elite di jejaring korporasi terutama–.

Jika demikian, apakah yang menjadi dasar keyakinan bahwa grup media seperti NMG tetap relevan bagi masa depan jazirah ini? Jawabannya terletak di antara kesadaran dan tindakan nyata. Jika semata percaya kepada “harapan besar”, rasa-rasanya kita sudah cukup letih dengan daftar harapan yang berulang dihianati. “Pecundang selalu menjadi pemenang yang pongah mengambil semuanya…”.

Kini generasi baru membutuhkan “ruang kebijakan” yang memihak. Sejauh ini, indikasinya masih jauh panggang dari api. Keunggulan orang-orang mudah kita (Gen-Z, Gen-M, dst) masih jatuh-bangun aspirasinya di pinggiran. Jika kita periksa dengan serius komposisi sumberdaya (negara) yang kita alokasikan di level provinsi/kabupaten/kota, tampaklah bahwa kita belum menemukan “kerangka kerja” yang jitu memicu loncatan-loncatan baru bagi produktivitas kalangan muda. Mereka lebih banyak berhadap-hadapan dengan retorika (kegenerasian) lama.

Hari-hari ini, “bonus demografi” masih menanti jalur-pacunya memediasi (potensi) usaha-usaha rintisan di bidang teknologi tepat guna, ruang-ruang ekonomi digital, dan tranformasi pemasaran komoditi lokal, dst. Pemetaan yang tajam dan yang imajinatif haruslah digerakkan oleh pemimpin daerah dan kelompok-kelompok produktif/profesional di masyarakat. Tak bisa dikerjakan dengan tabiat biasa-biasa saja, pola kebijakan yang normal-normal saja dan ilmu-ilmu bantu yang standar-standar saja. Perubahan mutakhir meniscayakan leadership baru yang menghayati knowledge-based economy (Neef, 1998). Dengan itulah maka momentum digerakkan dan berdampak bagi posisi (kemajuan) jazirah ini.

“Tanpa terobosan fundamental dan pelembagaan inspirasi yang sistemik, pada akhirnya kepungan masalah ekologis dan ketimpangan sosial-ekonomi akan mengguncang daya tahan (kultural) Kie Raha dalam jangka panjang. Jika itu terjadi, tampaklah bahwa elite-kuasa yang banyak dan gagasan tinggi yang membumbung tak lagi relevan dan beroleh penyangga di masyarakat…”

Kehadiran NMG, dalam sangkaan saya, adalah guna mengerangkai percakapan-percakapan lintas generasi di kawasan ini. Tak heran kalau sejumlah ketimpangan dan aspirasi partikuler secara berulang dan lantang dipacu pembahasannya oleh NMG. Meski tak selalu terang dampaknya dan beroleh ukuran kolektif di setiap sektor di masyarakat, tapi ia akan abadi memastikan hidupnya perlintasan gagasan dan gerakan nyata di sebarannya masing-masing.

Setiap orang bahkan digugah untuk memerankan sesuatu yang bermakna. Di situasi lain, pemberitaan dan pengerjaan lapangan dilangsungkan bersamaan. Pesannya cukup tegas bahwa NMG adalah “sebuah panggilan yang merayakan spontanitas…sebuah perkumpulan yang membagi tantangan bersama…”. Mereka kokoh-optimis tapi tidak lalu over-acting, saya kira!

Izinkan saya agak sok tahu mendalilkan bahwa yang terbentuk (di) NMG sejauh ini adalah “sentralisme perorangan direduksi sementara sensibilitas pertemanan diarahkan sedemikian rupa guna mencapai keseimbangan profesionalnya mengelola “bisnis akal sehat” di Maluku Utara.

Penting diingat bahwa media, sebagaimana juga lembaga lain yang menggerakkan fungsi-fungi pikiran dan tindakan kewargaan, tentulah berpotensi terpeleset memediasi sinisme tertentu, terutama ketika harus menyikapi kebekuan kebijakan negara. Di sinilah letaknya mengapa media adalah sekaligus ruang debat dan wadah kontrol yang diharapkan mencerdaskan setiap keadaan sebagai pergumulan “berita di balik berita” (Broder, 1992).

Ia tak boleh kehilangan cara dan daya telusur yang memihak kepada kebajikan bersama tapi di saat yang sama ia haruslah kokoh menjaga jati dirinya. “Media adalah alat yang takdirnya sulit di-peralat oleh kekuatan tunggal…di setiap sisinya, media adalah “alat verifikasi” (Kovach & Rosenstiel, 2001 [2004])).

Dengan itulah semua saya menaruh harapan kepada NMG. Mereka yang bekerja di sini telah memulai sebuah perjalanan panjang, dengan hentakan langkah pertama 26 Juni tahun lalu. Ayo, NMG, teruslah bergerak. Jalan masih panjang…SELAMAT. (*)