SOFIFI, NUANSA – Komisi III DPRD Provinsi Maluku Utara terus berkoordinasi dengan Pemprov untuk melunasi utang proyek Masjid Raya Sofifi sebesar Rp 5,8 miliar. Tidak sebatas koordinasi, Komisi III bahkan mendesak hak PT. Anugerah Lahan Baru itu segera dibayarkan.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi, Rusihan Jafar mengatakan, pihaknya sudah mendapat gambaran kalau Pemprov amat berhati-hati mengeluarkan uang untuk melunasi utang tersebut. berdasarkan keterangan BPKAD Pemprov Maluku Utara ke Komisi III, utang belum dibayarkan lantaran ketika dilakukan perubahan lingkup pekerjaan (CCO), ternyata telah melebihi 10 persen dan dinyatakan harus tender utang.
Hanya saja, mekanisme dan prosedur tersebut tidak dilakukan. Akibatnya, anggaran tidak bisa dimasukkan pada batang tubuh APBD. Sementara itu, pagu anggaran yang ditetapkan sesuai dengan kontrak, berdasarkan keterangan BPKAD, sudah terbayarkan 100 persen. Hanya saja, anggaran pada penambahan pekerjaan belum terbayarkan, karena tanpa kontrak dan proses pelelangan serta tidak ada dalam DPA.
“Lagian CCO untuk eskalator dalam dokumen kontrak itu ada, kemudian di-CCO-kan ke menara Masjid. Ketika sudah dilalui, ternyata dianggarkan ulang untuk eskalator ini penjelasan yang terima dari dari dinas. Ini yang kemudian kita mendesak ke pemerintah untuk carilah solusi atau jalan terbaik untuk segera membayar utang, karena pekerjaan sudah selesai,” ujar Rusihan.
Terpisah, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Provinsi Maluku Utara, Ahmad Purbaya mengatakan, jika disesuaikan dengan kontrak, maka anggarannya sudah dicairkan 100 persen untuk pembangunan Masjid Raya. “Jadi bukan ditunda pembayarannya, itu tidak benar. Karena masuk ritensi itukan tiga bulan, jadi per April itu sudah dibayar, terakhir kita bayar Rp 2.039,454, 427,”katanya.
Purbaya menyebutkan, yang dianggap utang Rp 5,8 miliar itu adalah pengadaan item-item yang yang tidak terakomodir dalam DPA. Mantan Kepala Inspektorat Pemprov Maluku Utara ini menambahkan, memang ada usulan dari PUPR, untuk dimasukkan dalam APBD perubahan tahun lalu, tetapi tidak bisa terakomodir, karena barangnya sudah ada.
“Kan barang sudah ada baru dimasukkan APBD, melanggar aturan. Apalagi inikan masuk item tambahan. Kalau kita mau cairkan anggaran, mana DPA-nya ?. Kan tidak ada. Setelah itu apakah sudah dilelang atau belum,” tambahnya.
Selain itu, Ahmad Purbaya juga membantah terkait namanya ikut disebut diduga terlibat atas perbuatan salah satu ketua partai politik yang meminta fee proyek kepada rekanan. “Kalau itu saya tidak tahu, bagaimana caranya dia mendapatkan SP2D-nya. Kan harus diverifikasi dulu. Jadi bukan serta-merta kita dapat informasi sepihak lalu menghakimi orang. Dan, yang saya tahu SP2D pembayaran 100 persennya sudah ada,”tuturnya
“Yang jadi masalah inikan bukan pembayaran Masjid Rayanya, tapi item tambahannya. Dan, ini tidak bisa dicairkan. Bukan saya tidak mau cairkan, tapi prosedurnya tidak memenuhi. Sebab, mana DPA dan bukti lelangnya. Kalau saya paksakan, darimana dasar pembayarannya,” pungkasnya. (ano/rii)