TERNATE, NUANSA – Polemik terkait utang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara terhadap pihak ketiga yang kini telah resmi dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia oleh PT. Anugerah Lahan Baru dengan Nomor: 072/ALB-Pry/Masjid-2/Malut/I/2022, mejadi sorotan publik.
Laporan itu menyusul dugaan pemerasan dan lambannya pembayaran utang oleh Pemprov Maluku Utara dengan terlapor atas nama Ketua Partai Gerindra Maluku Utara, Muhaimin Syarif alias MS dan Kepala BPKAD Ahmad Purbaya.
Terkait itu, Dosen Hukum Universitas Khairun Ternate, Abdul Kadir Bubu turut menyoroti masalah tersebut. Menurutnya, ini mengonfirmasi bahwa betapa kotor dan bobroknya tata kelola anggaran di Pemprov Malut. Keadaan ini, kata dia, hanya sedikit dari menggunungnya masalah serupa yang selama ini menjadi masalah akut di Pemprov.
Kandidat Doktor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini menuturkan, hal menarik yang patut menjadi perhatian publik Maluku Utara dan Pansus DPRD yang membidangi masalah ini adalah mengenai peran MS, sebagaimana dalam uraian kronologis dari laporan PT. Anugerah Lahan Baru yang diberitakan media ini, bahwa benar MS bukan siapa-siapa di lingkungan Pemprov Malut. Meski begitu, MS dengan leluasa memperoleh surat perintah pencairan dana (SP2D) yang kemudian menjadi alat negosiasi dengan rekanan yang berkepentingan langsung dengan SP2D tersebut yakni PT. Anugerah Lahan Baru.
“Ini benar bahwa MS adalah Ketua Partai Politik Gerindra bukanlah ASN yang membidangi masalah keuangan, akan tetapi MS dapat dengan leluasa menentukan besaran uang yang mesti dibayarkan kepadanya yakni Rp 1,5 miliar sebagai syarat agar tagihan PT. Anugerah Lahan Baru dapat dicairkan oleh Pemprov melalui BPKAD. Kalau demikian adanya dan PT. Anugerah Lahan Baru dapat mempertahankan dan membuktikan laporannya, maka mustahil rasanya jika nama Gubernur Maluku Utara tidak terseret ke dalamnya. Ini karena, relasi Gubernur dengan MS saat ini patut diduga bisa digunakan sebagai alat pukul untuk menundukkan rekanan yang berkepentingan dengan Pemprov Malut,” sebut Dade, sapaan akrab Abdul Kadir Bubu,pada Nuansa Media Grup (NMG), Rabu (29/6).
Lebih jauh, Dade menjelaskan bahwa yang disebut pemerintahan daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah Kepala Daerah bersama dengan DPRD dan dibantu oleh perangkat daerah. “Atas dasar peristiwa itu, Gubernur dan DPRD harus bertanggungjawab penuh untuk menyelesaikan masalah tersebut, sekaligus membersihkan praktik-praktik kotor yang mencoreng Pemerintahan Provinsi Maluku Utara, terlebih saat ini telah dibentuk Pansus oleh DPRD,” kata Dade.
Masalah utang Pemprov kepada pihak ketiga, sambung Dade, adalah masalah akut yang terus berulang dari tahun ke tahun. Menariknya, hal itu itu terjadi dengan Kepala BPKAD yang sama, yakni Ahmad Purbaya. Lebih menarik lagi, adalah Gubernur Abdul Gani Kasuba sangat menikmati keadaan itu, sehingga orang nomor satu di Pemprov Malut itu bersikeras mempertahankan Ahmad Purbaya untuk terus melestarikan utang Pemprov kepada pihak ketiga.
“Keadaan itu juga dinikmati DPRD Malut, meskipun khatam benar tindak-tanduk Ahmad Purbaya selama ini. Oleh karena itu, sudah saatnya publik harus bersikap tegas, agar Gubernur dan DPRD segera menyelesaikan masalah ini, dan membersihkan orang-orang yang menyebabkan hal ini terjadi, sehingga tidak membuat malu kita semua,” pungkasnya. (tan)