TERNATE, NUANSA – Terlibatnya puluhan siswa Sekolah Dasar (SD) saat demonstrasi di kantor Wali Kota Ternate, Senin (18/7), mendapat respons praktisi hukum Hendra Kasim. Ia mengakui bahwa melibatkan anak di bawah umur dalam aksi tersebut memang tidak dibenarkan, karena dapat dikualifikasi sebagai tindakan eksploitasi anak. Tetapi, menurutnya, publik juga harus melihat dari sudut lain.
Hendra mengatakan, siswa SD terlibat demonstrasi itu setidaknya menjadi gambaran kekecewaan masyarakat atas kurang perhatian Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman terhadap warganya. Wali Kota juga mestinya menyadirinya, bahwa masyarakat sudah mulai kecewa atas sikap diamnya ketika terjadi sengketa lahan di Kelurahan Mangga Dua Utara, Kecamatan Ternate Selatan.
“Keterlibatan anak sekolah dasar dalam aksi di kantor Wali Kota, bagi saya dapat pula diartikan sebagai puncak kekesalan warga atas beragam persoalan di Kota Ternate yang mana terkesan tidak diindahkan oleh Pemerintah Kota. Ini juga harus menjadi evaluasi Wali Kota agar memperhatikan aspirasi masyarakat. Bukan masalah sengketa lahan, tetapi ada juga masalah sampah dan jalan rusak juga dibiarkan begitu saja tanpa ada penanganan. Kalau kondisi begini terus, maka mungkin saja kedepan akan ada gelombang aksi yang lebih besar,” ujarnya dengan nada kesal.
Hendra yang juga advokat itu menuturkan, ia sangat jarang melihat Wali Kota turun menemui massa yang berdemonstrasi di depan kantor Wali Kota. Ia juga menyayangkan pernyataan Wali Kota yang mengancam menutup kantor Wali Kota jika warganya terus-menerus melakukan aksi di kantor Wali Kota. “Saya sarankan Pak Wali Kota untuk menyempatkan waktu bagi warganya yang demonstrasi di depan kantor Wali Kota atas berbagai persoalan. Dengan sering bertemu warga yang datang, Pak Wali akan terbantu untuk menemukan masalah paling pokok yang harus segera diselesaikan,” harapnya.
Sebagaimana diketahui, pada Senin (18/7) pagi, masyarakat Kelurahan Mangga Du Utara, Kecamatan Ternate Selatan menggelar demonstrasi di kantor Wali Kota. Itu adalah aksi lanjutan dalam rangka menyuarakan hak kepemilikan lahan seluas 9,933 meter persegi di Mangga Dua Utara. Pada aksi ini tidak hanya diikuti orang dewasa. Tetapi siswa Sekolah Dasar pun ikut meluapkan kekecewaan ke Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman.
Masyarakat setempat ambil sikap, setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ternate menerbitkan sertifikat yang diduga menyalahi prosedur. Sertifikat yang diterbitkan tahun 2003 lalu itu atas nama Andy Tjakra. “Ini jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004, Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 dan Permen BPN tahun 2006. Kami minta Wali Kota supaya membatalkan sertifikat tersebut,” ujar koordinator aksi, Zamrud H. Wahab.
Menurutnya, pada pemerintahan sebelumnya, Pemkot sudah berjanji akan menyelesaikan masalah ini. Wali Kota M. Tauhid Soleman harusnya menindaklanjuti janji Pemkot itu. Sayangnya, kata dia, Wali Kota tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan sengketa lahan di Mangga Dua Utara tersebut. “Masyarakat juga sudah ajukan penerbitan sertifikat, tapi ditolak BPN. Kami minta Wali Kota menepati janji Pemkot dan segera buat sertifikat masyarakat,” tuturnya berharap.
Zamrud mengatakan, masyarakat di Mangga Dua Utara sudah sangat kecewa dengan sikap cuek Wali Kota M. Tauhid Soleman. Harusnya Wali Kota menyerap dan mewujudkan aspirasi masyarakat, bukan mengabaikannya seperti saat ini. “Kami sangat merugikan masyarakat. Kami sangat kecewa dengan Wali Kota,” tegasnya.
Pada aksi itu, bukan hanya diikuti orang dewasa. Tetapi siswa Sekolah Dasar juga ambil bagian meluapkan kekecewaannya ke Wali Kota Ternate. beberapa menit sebelum massa aksi tiba, Wali Kota Ternate terlihat meninggal kantor. Informasinya, ia sudah mendapat bocoran kalau akan terjadi aksi, sehingga memiliki meninggalkan kantor.
Di lapangan, massa aksi, termasuk siswa SD, terlibat saling dorong dengan pasukan Wali Kota Ternate, yakni personel Satpol PP. Saling dorong terjadi lantaran massa aksi memaksa masuk ke kantor untuk bertemu dengan Wali Kota Ternate. Karena permintaan mereka untuk bertemu dengan Wali Kota tidak diindahkan, massa akhirnya membubarkan dengan diri dengan keadaan kecewa. (udi/rii)