TERNATE, NUANSA – Ada tiga kasus dugaan korupsi di Kota Ternate yang sementara ini menyita perhatian publik. Pejabat aktif dan yang sudah tidak aktif diduga kuat terlibat dalam megakorupsi APBD Kota Ternate. Dari tiga kasus itu, dugaan korupsi anggaran Hari Olahraga Nasional (Haornas) melalui APBD Rp2,8 miliar dan dugaan korupsi dana covid-19 tahun 2021-2022 senilai Rp 22 miliar ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate, sedangkan dugaan korupsi anggaran hibah Perusahaan Daerah (Perusda) tahun 2019 sebesar Rp 5 miliar sementara ini ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara.
Proses hukum dua dari tiga dugaan korupsi di Kota Ternate ini sudah masuk level penyidikan. Artinya, penyidik sudah menemukan dua alat bukti yang cukup. Hanya saja, baru kasus Haornas yang penyidik sudah menetapkan dua tersangka. Yang masih pada level penyelidikan adalah dugaan korupsi dana covid-19. Untuk dugaan korupsi dana hibah Perusda, penyidik Kejati berjanji tidak lama lagi akan melakukan penetapan tersangka. Ada dua nama yang kemungkinan akan ditetapkan tersangka lebih dulu. Jika ditotalkan, maka APBD yang diduga dikorupsi ternyata jumlah tidak sedikit, yakni sebesar Rp 29,8 miliar
Dana Covid-19
Terkait proses hukum dana covid-19, diduga ada oknum pejabat di Pemkot Ternate yang sengaja mengintervensi jalannya penyelidikan. Kepala Kejari (Kajari) Ternate, Abdullah sempat angkat bicara mengecam oknum tersebut. ia bahkan mengancam akan menetapkan tersangka oknum itu jika lebih jauh melakukan manuver ke Kejari Ternate. Ketika intervensi oknum pejabat itu diketahui pihak Kejari, penyidik di lembaga adhyaksa ini langsung tancap gas. Pemeriksaan saksi yang sempat terhenti hingga beberapa pekan, Kamis (11/8) lalu kembali dilanjutkan. Adalah Iswadi, mantan Ketua Tim Relawan Penanganan Covid-19 Kota Ternate, dipanggil untuk diperiksa.
Iswandi diduga kuat mengetahui ke mana dana covid-19 Kota Ternate mengalir, sehingga dirasa penting untuk dimintai keterangan. apakah Iswandi ikut menyalahgunakan anggaran covid-19, sejauh ini penyidik belum buka mulut. Sebelumnya, penyidik juga sudah memeriksa Kepala Seksi Kesiapsiagaan Bencana pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Ternate, Andi. Mantan Kepala BPBD M. Arif Gani yang saat ini menjabat Staf Ahli Wali Kota Ternate Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia juga sudah diperiksa. Ada pula nama Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Ternate, Nurbaity Radjabessy, juga telah dimintai keterangan terkait penggunaan anggaran tersebut
Haornas
Dugaan korupsi anggaran korupsi anggaran Haornas terbilang sangat penyita perhatian masyarakat Ternate. Ini karena kasus tersebut diduga melibatkan Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman. Sejumlah akademisi menyarankan Kejari untuk mengambil langkah adil hingga menelusuri dugaan keterlibatan orang nomor satu di Kota Ternate itu. Aliansi pemuda adat Kota Ternate juga turun melakukan aksi menuntut agar M. Tauhid ditetapkan tersangka. Alasannya, karena M. Tauhid ketika menduduki jabatan Sekretaris Daerah, Ketua TAPD dan Ketua Panitia kegiatan Haornas.
Dosen Hukum Unkhair Ternate, Abdul Kadir Bubu kepada Nuansa Media Grup (NMG) mengatakan, jika penyidik proses hukum kasus ini dengan menelusuri penganggaran Haornas, maka Ketua panitia dan Ketua TAPD Ternate setidaknya bisa dijerat. Sebaliknya, jika penyidik hanya menelusuri aliran dana, maka sudah pasti Ketua panitia tidak kena.
Karena mayoritas publik mendesak Wali Kota ditetapkan tersangka, Kajari Abdullah akhirnya angkat bicara Abdullah buka-bukaan di hadapan massa aksi dari pemuda dan masyarakat adat Ternate yang melakukan demonstrasi di kantor Kejari Ternate, Senin (1/8) lalu. Hearing antara pihak Kejari dan massa aksi dilangsungkan di aula kantor Kejari. Abdullah mengawali perbicaraannya dengan mengatakan, ia baru empat bulan menjabat Kejari Ternate. Meski begitu, sudah ada lima kasus dugaan korupsi yang ia proses, termasuk dugaan korupsi anggaran Haornas. “Mohon maaf, perkara Haornas ini diproses sejak 2019, sedangkan saya baru masuk 2022. Saya proses ini naik. Kalau saya main mata, maka tidak akan saya naikkan perkara ini atau saya kesampingkan perkara ini,”tegasnya.
Ia menjelaskan, Haornas adalah kegiatan Kementerian Pemuda dan Olahraga yang tingkatannya setara dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Tetapi karena lokasinya kegiatannya di Ternate, termasuk ada pembiayaan pendampingan dari Pemkot, maka menjadi prioritas untuk dinaikkan ke tahap penyidikan.
Menurutnya, proses hukum yang diarahkan ke tersangka Sukarjan, lantaran yang bersangkutan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Kepala Dispora ketika itu. Di daerah, Dispora sebagai OPD atau satuan kerja yang memiliki anggaran dan pengelolaannya diatur sendiri oleh instansi ini. Panitia Haornas, kata Kajari, posisinya hanya sebagai ex officio untuk melakukan koordinasi di tingkat daerah dalam rangka membantu kegiatan Kemenpora.
“Jadi tersangka (Sukarjan) kerja atas tugas dan kewenangan selaku pimpinan OPD yang ia berhak keluarkan dan pertanggungjawabkan uang. Alat bukti yang mengerah ke dia adalah tiga saksi anak buahnya dan dokumen-dokumen. Kalau tidak puas, lakukan praperadilan. Kami siap,” tegasnya.
Kajari menambahkan, sejauh ini penyidik belum menemukan adanya keterkaitan dengan pihak lain. Padahal, Sukarjan sendiri sudah diperiksa. “Saya tidak melindungi siapa pun. Saya tidak mengobarkan siapa. Kami berjalan di atas ketentuan hukum. Sekali lagi, saya tegaskan jika teman- teman memiliki bukti keterlibatan seseorang dengan Haornas ini, saya tunggu,” ujarnya dihadapan massa aksi.
Lanjutnya, penyidik melakukan proses hukum berdasarkan laporan keuangan pemerintah daerah dan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. “Di sini, jelas klausul dan nomenklaturnya menyebut anggaran Dispora. Kalau nomemklaturnya seperti itu maka kami mengacu seperti itu,” jelasnya.
Perusda
Dugaan korupsi dana hibah Perusda Ternate juga tak kalah menarik. Pekan lalu, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara memastikan tidak lama lagi dilakukan penetapan tersangka. Bocorannya, tersangka yang ditetapkan lebih dari satu orang. Penyidik kemungkinan akan menetapkan dua tersangka lebih dulu, selanjutnya dilakukan pengembangan penyidikan.
Hibah Perusda menjadi masalah dan diseret ke proses hukum, karena salah satu penyebabnya TAPD Kota Ternate ketika itu tidak mencantumkan jumlah distribusi hibah ke beberapa anak perusahaan Perusda Ternate. Akibatnya, Direksi Perusda lah yang sesukanya menyalurkan hibah ke anak perusahaan dengan jumlah yang beda-beda.
Sebelumnya, Asisten Pidana Khusus Kejati, Muh. Irwan Datuiding mengatakan, jika perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah keluar, maka penyidik langsung melakukan penetapan tersangka. Informasinya, hasil perhitungan kerugian negara sudah keluar. Artinya, penetapan tersangka tinggal menghitung hari saja.
Sekadar informasi, Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate pada tahun 2019 mengalokasikan Rp 5 miliar ke Perusda Bahari Berkesan. Kemudian anggaran tersebut dibagikan ke tiga anak Perusda, yakni PT BPRS Bahari Berkesan dengan nilai Rp 2 miliar, PT Alga Kastela Rp 1,2 miliar dan Apotek Bahari Berkesan Rp 1,8 miliar.(tim/tan)