Maluku Utara Kini, Jauh Dari Kata MERDEKA

Peta Maluku Utara.

TERNATE, NUANSA – Rabu (17/8) adalah Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-77. Di berbagai daerah hingga pelosok, masyarakat memperingati HUT dengan berbagai macam cara, termasuk di Maluku Utara. Ada yang memperingati HUT RI dengan menggelar berbagai macam perlombaan, ada juga yang melakukan upacara bendera di dasar laut dan tempat lain, seperti di gua dan pegunungan.

Kemerdekaan memiliki arti tersendiri untuk bangsa Indonesia, setelah begitu lama dijajah bangsa asing. Merdeka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bebas. Bebas yang dimaksud itu seperti berdiri sendiri, tidak tertekan atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, dan tidak bergantung kepada pihak tertentu.

Merdeka tidak sebatas bebas dari penjajahan, tetapi juga merujuk pada kemerdekaan setiap individu. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak asasi yang tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun. Setiap warga negara juga memiliki derajat yang sama.

Sekarang, merdeka bisa diartikan sebagai jembatan emas atau merupakan pintu gerbang menuju masyarakat yang adil dan makmur. Sudah meraih kemerdekaan, bukan berarti perjuangan bangsa sudah selesai. Justru sekarang dan seterusnya menjadi tantangan baru untuk mempertahankan dan mengisinya dengan hal-hal positif.

Lalu bagaimana dengan kondisi di Maluku Utara. Apakah perlakuan pemerintah sudah memerdekan masyarakat?. Atau sebaliknya, masyarakat semakin tertekan, akibat harga komoditas pertanian menurun dan harga sembilan bahan pokok naik tajam. Pemerintah di Maluku Utara tidak boleh memungkiri kalau kemiskinan belum mampu diatasi secara. Harga sembilan bahan pokok naik, harga hasil pertanian turun jauh dan angka kemiskinan tidak terkendali dengan baik, sementara biaya kesehatan dan pendidikan terus meroket, adalah suatu fakta yang dialami masyarakat Maluku Utara ketika Indonesia memasuki usia kemerdekaan ke-77.

Baru satu pekan lalu, harga Kopra turun drastis hingga 7.000 per kilogram. Turunnya harga Kopra itu karena permintaan industri mulai mengurang. Ini diakui pemilik Andika, pemilik UD Andhika di Kelurahan Gamalama, Kota Ternate pada Nuansa Media Grup (NMG), Rabu (10/8) lalu. Dua hari lalu Disperindag Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara berjanji akan mengatasi anjloknya harga Kopra tersebut. Sayangnya, baik petani dan masyarakat luas sudah pesimis dengan janji seperti itu. Lihat saja pada 2018 silam, di mana ketika harga Kopra turun jauh, Pemprov tidak bisa berbuat banyak. Saat itu Pemprov juga pernah berjanji untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi tidak ada ujungnya.

Pada awal 2022 hingga pertangahan Juli, harga Kopra tembus hingga Rp 12 ribu per kilogram. Di penghujung Juli, turun drastis hingga Rp 7. 000 per kilogram. Kedepan, harga Kopra selalu fluktuatif, tergantung permintaan industri. Jika permintaan tinggi, maka harga juga menyesuaikan atau naik.

Bersamaan dengan hasil pertanian yang menurun, begitu juga dengan perikanan, tidak sedikit anggaran daerah ditilep oleh oknum pejabat yang tidak bertanggungjawab. Misalnya anggaran penanganan covid-19. Dugaan penyalahgunaan anggaran covid-19 ini terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara, termasuk Pemprov Maluku Utara. di Kota Ternate, dugaan penyalahgunaan dana covid-19 Rp 22 miliar diproses hukum Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate.

Sebagaimana diketahui, negara menyalurkan uang yang tidak sedikit dalam penanganan covid-19 itu termasuk untuk pemulihan ekonomi. Program pemulihan ekonomi yang dimaksud harusnya menyentuh masyarakat yang akibat covid-19 kehilangan mata pencaharian. Ironis, anggaran dari negara tersebut kandas di tangan oknum pejabat yang mengelola dana covid-19. Di Pemprov Maluku Utara, dugaan penyalahgunaan anggaran covid-19 sudah sampai ke Kejaksaan Tinggi, tetapi sejauh ini tidak ada progres penyelidikannya.

Pada sektor pertambangan, yang katannya akan bermafaat juga untuk masyarakat, ternyata hanya isapan jempol. Justru, pertambangan adalah wilayah pertarungan elit, baik di pusat maupun daerah untuk mendapat keungan besar. Masih ingat polemic 13 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Maluku Utara?. Setidaknya ini menjadi bukti bagi masyarakat agar tidak harus berharap sektor pertambangan membawa kesejahteraan di daerah.

Polemik 13 IUP mestinya diusut oleh penegak hukum, sehingga menjadi terang tentang siapa saja oknum pejabat di daerah ini yang terlibat dalam dugaan mafia izin tambang. Dugaan masalah 13 IUP kini ibarat ditelan bumi. Tidak ada satupun penegak hukum yang berani melakukan penyelidikan. Sekarang dan kedepan, praktik mafia seperti ini bukan tidak mungkin akan terjadi lagi. Karena dengan cara itulah oknum-oknum itu bisa mendapat uang banyak dengan cara mudah. Bukan seperti petani, nelayan dan buruh yang masih harus bekerja keras untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk biaya anak sekolah dan biaya kesehatan.

Selain itu, merdeka juga setidaknya melekat pada setiap orang untuk mendapat pelayanan fasilitas yang baik, seperti jalan raya yang bagus, fasilitas kesehatan dan pendidikan serta lainnya. Di Kota Ternate, terdapat begitu banyak lubang di badan jalan, bahkan tampak di jalan-jalan utama. Meski kondisi jalan berlubang itu sudah tentu membahayakan pengendara, Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate kelihatannya cuek saja.

Jalan rusak atau jalan gerlubang juga tampak di sejumlah titik. Ada ruas jalan yang berlubang, ada pula yang retak di bagian tepi. Kondisi jalan yang buruk ini tentu mengancam pengendara, khususnya pengendara roda dua. Jalan raya di Kelurahan Tanah Tinggi, Ternate Selatan, terdapat dua titik yang badan jalanya berlubang dan retak. Dua titik itu terletak dari arah bangunan sekolah dasar (SD) Tanah Tinggi ke arah Hotel Sahid Bella. Kondisi yang sama tampak di Kelurahan Kalumata.

Satu titik jalan rusak juga terlihat dari Kelurahan Gamalama, tepatnya dari toko Makmur Utama ke-arah selatan. Di titik itu, lubang terbentuk di tengah badan jalan. Warga di sekitar mengaku, sudah lebih dari lima kali terjadi kecelakaan di lokasi tersebut. Ruas jalan di Kelurahan Bastiong dan Kelurahan Toboko, Kelurahan Ubo-Ubo, Ternate Selatan, juga berlubang dan retak. Ruas jalan di lampu lalulintas Kelurahan Jati, Ternate Selatan juga terjadi hal yang sama. MERDEKA. (tan)