Oleh: Taufiq Abdullah
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Akuakultur IPB & Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Maluku Utara Institut Pertanian Bogor (IKMA MALUT IPB)
Email: abdullahtaufiq@apps.ipb.ac.id
Kondisi perikanan global saat ini mulai mengalami transisi dari perikanan tangkap ke perikanan budidaya. Organisasi pangan dan pertanian atau dikenal dengan Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2020 melaporkan bahwa sektor perikanan budidaya menyumbang 54,3% dan perikanan tangkap 45,7% dari 211 juta ton produksi perikanan global. Hasil produksi sektor perikanan budidaya ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan pangan. Sejatinya, perikanan budidaya adalah kegiatan yang meproduksi biota akuatik pada lingkungan terkontrol dan dapat menghasilkan profit dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Sektor ini dapat memberikan peranan sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi, perbaikan pangan dan gizi, menciptakan lapangan pekerjaan serta peningkatan pendapatan masyarakat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia di tahun 2022 melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) mulai menjalankan dua program terobosan pembangunan sektor perikanan budidaya. Keduanya terobosan tersebut adalah pengembangan budidaya berbasis pada ekspor dan pembangunan kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal. Program ini tentunya bertujuan untuk meningkatkan produksi yang diproyeksi mencapai 20,54 juta ton yang meliputi 8,69 juta ton ikan dan 11,85 juta ton rumput laut. Demi mengejar tujuan tersebut, KKP mulai melakukan pancanangan pembangunan di berbagai wilayah, salah satunya adalah Provinsi Maluku Utara dengan menetapkan Kabupaten Halmahera Barat sebagai “Kampung Budidaya Rumput Laut” dan Kabupaten Halmahera Tengah sebagai “Kampung Budidaya Ikan Nila”.
Maluku Utara telah lama menjadi kawasan pengembangan perikanan budidaya yang didukung oleh KKP melalui kontribusi bantuan benih ikan nila sebanyak 14.750 ekor dan 1.890 kg pakan untuk kelompok budidaya ikan di Kabupaten Pulau Morotai dan 5.000 kg bibit rumput laut untuk kelompok budidaya rumput laut di Kabupaten Pulau Taliabu pada tahun 2021 adalah beberapa bukti nyata kontribusi KKP.
Namun, sektor perikanan budidaya Maluku Utara sejauh ini dapat dikatakan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini tentu tidak terlepas dari berbagai tantangan pembangunan perikanan budidaya. Beberapa diantara tantangan tersebut adalah ketersediaan data potensi lahan budidaya, sarana dan prasarana produksi budidaya, sumberdaya manusia (SDM), serta dukungan kebijakan.
Pembangunan perikanan budidaya pada suatu kawasan harus berbasis pada data potensi lahan. Sejauh ini kegiatan perikanan budidaya Maluku Utara yang dilakukan Dinas dan Lembaga – Lembaga terkait tidak berdasar pada dokumen potensi lahan. Jika dianalogikan pengembangan budidaya karena kedekatan dengan sumber air tawar maupun laut tentunya hal ini keliru. Teknologi budidaya yang telah maju menjadi alasan kenapa dapat dilakukan kegiatan budidaya di lahan – lahan yang jauh dari sumber air seperti padang pasir dan perbukitan seperti dibeberapa Negara Maju.
Ini menjadi cacatan penting bahwa ketersediaan data potensi lahan tentunya sangat diperlukan dan dapat menjadi landasan awal dalam mendukung pengelolaan perikanan budidaya Maluku Utara. Selain itu, sarana dan prasarana perikanan budidaya juga merupakan salah satu prasyarat penting. Patut di contoh apa yang dilakukan di Sulawesi Selatan, sarana prasarana berbasis dari hulu hilir menjadi penunjang peningkatan hasil produksi. Unit-unit pembenihan, pabrik pakan, pupuk dan kapur, serta ketersediaan cold storage menjadi faktor – faktor yang sangat penting. Kondisi ini tentunya berbanding terbalik dengan Maluku Utara akibatnya berbagai-berbagai permasalahan dikeluhkan oleh pembudidaya baik kertersediaan pakan, bibit rumput laut ataupun benih ikan dan udang yang berkualitas.
Tantangan ketiga adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Maluku Utara belum memiliki SDM yang mampu menunjang keberhasilan perikanan budidaya. Pembudidaya dan Tenaga Pendamping/Penyuluh di berbagai Kabupaten/Kota banyak yang belum memahami Standard Operating Procedure (SOP) budidaya ikan, udang serta komoditas unggulan lainnya. Perikanan budidaya juga tidak terlepas dari dukungan kebijakan. Selama ini Pemerintah Daerah cenderung memperhatikan sektor lain dan mengabaikan sektor perikanan budidaya. Oleh karenanya perkembangan perikanan budidaya cenderung lambat. Padahal jika melihat peran penting sektor ini yang dapat memberikan peranan sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi, perbaikan pangan dan gizi, menciptakan lapangan pekerjaan serta peningkatan pendapatan masyarakat.
Selaku sektor yang memiliki potensi besar dan prospektif. Pembangunan perikanan budidaya Maluku Utara membutuhkan sigergitas dan kolaborasi antara semua stakeholder. Oleh karena itu, penting untuk direkomendasikan beberapa solusi. Pertama: pengadaan data potensi lahan melalui Baseline Survey pengembangan perikanan budidaya di Maluku utara. Kedua: perlu adanya revitalisasi dan penyediaan sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya Maluku Utara. Ketiga: peningkatan capacity building SDM melalui pelatihan, pendampingan atau bimtek pembudidaya dan penyuluh. Keempat: Reorientasi kebijakan dengan lebih memperhatikan sektor perikanan budidaya. Jika perikanan budidaya dapat dikelola dengan baik di “Masa Depan”, maka akan menghasilkan output termanfaatkannya ekosistem, serta terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Maluku Utara. (*)