Opini  

Panitia Pilkades Tingkat Desa Terpaksa Berutang, di Mana Pemda ?

Tamin Hi. Ilan Abanun.

 

Oleh: Tamin Hi. Ilan Abanun

Dosen Fisip UMMU

 

Salah satu Panitia Pilkades Bobanehena, Bahri H. Sangaji kepada wartawan mengungkapkan, pembayaran honor Yang dilakukan Panitia Pilkades tingkat Kabupaten melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) tidak sesuai harapan.

“Honor panitia baru dibayar dua bulan. Untuk anggota Rp 700 ribu, dan Rp 900 ribu. Jadi baru terbayar dua bulan, tiga bulan belum dibayar,” selain itu,  anggaran operasional yang dijanjikan sebesar Rp 7 juta tidak terealisasi sepenuhnya, meskipun sudah diajukan oleh panitia Pilkades tingkat desa, namun tak diakomodir oleh Pihak Panitia tingkat Kabupaten. Begitu juga dengan biaya Operasional, masih kurang, padahal harusnya 7 juta. Yang kami terima hanya 6 juta, jadi masih kurang 1 juta. Kami sudah sampaikan, namun tidak ada respons,”  Dengan kondisi seperti itu, kata Bahri, pihaknya terpaksa mengambil kebijakan dengan cara berutang demi kebutuhan terselenggaranya Pilkades di Desa Bobanehena. (Penamalut, 22/8/22).

Bila kondisi akhir dari pelaksanaan Pilkades seperti ini, siapa yang patut di salahkan? Padahal seruan Pilkades aman, tertib dan damai dari Pemda telah mendapat perhatian dan ditaati oleh masyarakat, Panitia Pilkades serta Panwas desa, namun Pemda sendiri yang tidak mampu menjaga keamanan, ketentraman dan ketertiban itu.

Hal ini dibuktikan dengan penundaan pembayaran honor panitia dan operasional Pilkades hingga hari ini.

Oleh karena itu siapakah yang patut dipersalahkan dalam hal ini? Apakah masyarakat, panitia Pilkades Tingkat Desa atau kah Pemda? Hal ini patut dipertanyakan karena Pilkades serentak yang dilaksanakan pada tanggal 22/8/22 kemarin harusnya meninggalkan kesan yang baik guna merawat demokrasi lokal di tingkat desa tapi yang terjadi malah sebaliknya, meninggalkan kesan yang sangat buruk, pasalnya, alat pendukung Pilkades seperti kesiapan anggaran berupa honor panitia dan operasional Pilkades tidak dibayarkan Pemda. Sehingga hal inipun mendapat ancaman dari pihak panitia desa Bahwa pihaknya akan menahan berita acara dan tidak menyerahkan kepada Panitia Pilkades tingkat Kabupaten. Ini sebagai jaminan agar Panitia Pilkades tingkat Kabupaten bisa menyelesaikan sisa honor dan anggaran operasional tersebut.

Hal ini Terlihat kecil potensi konfliknya, namun memunculkan aneka penafsiran dan opini publik terhadap negeri ini, adalah mungkin benar  bahwa masalah terkini Halbar saat ini adalah masalah kekurangan anggaran sehingga berbagai persoalan daerah tidak bisa dipecahkan termasuk anggaran Pilkades, padahal sudah dianggarkan dalam APBD kurang lebih 3 (tiga) miliar.

Kerja Panitia Pilkades Patut diacungi Jempol

Meskipun bekerja tanpa anggaran yang memadai tetapi Pilkades di 71 desa di Halmahera Barat dapat diselenggarakan dengan baik. Prestasi ini patut diacungi jempol karena kesadaran serta kecintaan memajukan daerah ini melalui pelaksanaan Pilkades yang berkualitas dan bermartabat telah di jalankan dengan sempurna. Perintah Perda Nomor 2 tahun 2018 tentang pemilihan dan pengangkatan kepala desa serta Peraturan Bupati Nomor 43 tahun 2022 yang menjadi dasar dalam pelaksanaan Pilkades serentak Halmahera Barat, sungguh benar – benar diterapkan sehingga Pilkades bisa berjalan dengan aman tertib dan damai. Ibarat tentara, mereka para panitia dan panwas desa telah melaksanakan tugasnya dengan baik di medan perang. Sebagai bukti,, pemimpin – pemimpin desa yang amanah yang kita idam – idamkan telah lahir dari kerja ,- kerja mereka itu.

Jika demikian hebat dan luar biasanya kerja – kerja panitia dan panwas desa, pantaskah hak – hak mereka ditahan, tidak dibayarkan?

Buruknya Pengelolaan Anggaran Pilkades

Dalam Permendagri, Perda maupun Peraturan Bupati ditegaskan bahwa anggaran Pilkades di dapatkan dari Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (APBD). Itu artinya bahwa tidak ada sumber anggaran yang lain selain APBD yang di gunakan untuk membiayai atau mengongkosi pelaksanaan Pilkades. Jadi apapun kondisinya, APBD tetap menjadi sumber pendanaan Pilkades dan melalui perencanaan serta persetujuan kedua lembaga yakni DPRD dan Pemda, anggaran Pilkades untuk 73 desa dialokasikan sebesar 3,6 Milyar, meskipun dalam perjalanan karena ada sesuatu dengan lain hal maka dua desa tidak dapat mengikuti Pilkades serentak 2022 ini, sehingga tersisa hanya 71 desa, namun hal tersebut tidak merubah besarnya anggaran Pilkades karena sudah terlanjur ditetapkan.

Hal diatas memberikan isyarat kepada kita bahwa pertama Anggaran Pilkades itu benar -benar ada karena sudah ditetapkan oleh kedua lembaga. Dan kedua, pagu 3,6 Milyar itu sudah sangat banyak jika fokus digunakan untuk mensukseskan pelaksanaan Pilkades di 71 desa.

Tapi pertanyaannya, mengapa sampai selesai pelaksanaan Pilkades, muncul berbagai keluhan di tingkat panitia desa karena tidak terbayarnya honor panitia dan operasional Pilkades? Apakah ini akibat dari buruknya Pengelolaan Anggaran Pilkades ataukah benar-benar Halbar dalam  situasi menghadapi masalah besar yaitu keterbatasan anggaran?

Peran Pemda

Pemda Halbar khususnya Dinas DPMD yang mendapat tugas khusus melaksanakan Pilkades 71 desa di Halbar wajib menyelesaikan hak – hak para pejuang – pejuang Pilkades di tingkat desa. Bukan hal mudah dalam sebuah momen politik jika dilaksanakan dengan keterbatasan anggaran.

Hal ini patut mendapat perhatian Pemda sebab, tuntutan Pemda agar pelaksanaan Pilkades harus berjalan dengan aman, tertib, lancar dan damai sudah dilaksanakan dengan baik oleh Pemilih, Cakades, Panitia dan Panwas desa. Namun saat ini malah yang mengingkari dan tidak mentaati janjinya adalah Pemda sendiri.

Oleh karena itu, untuk lebih berkualitasnya Demokrasi lokal di Halmahera Barat dan demi menjaga nama baik Pemda Halbar, hak – hak panitia dan panwas desa agar segera diselesaikan, sehingga hal ini tidak perlu lagi diperdebatkan di tengah masyarakat. (*)