Polmas  

DPRD Selalu Salah di Mata Pemprov Maluku Utara ?

Kantor DPRD Maluku Utara. (ft Mahfud NMG)

SOFIFI, NUANSA – Ada yang beda dengan hubungan antara Pemprov dan DPRD Provinsi Maluku Utara. Hubungan keduanya bisa dibilang kadang tegang, kadang akur. Meski begitu, jajaran Pemprov kelihatannya begitu tendensius menanggapi sikap wakil rakyat. Jika ada anggota DPRD mengomentari satu dari sekian masalah di provinsi, petinggi Pemprov langsung merespons dan respons tersebut tampaknya seperti mengarahkan publik bahwa sikap DPRD itu pasti ada maunya.

Lihat saja baru-baru ini, terkait dengan Rumah Sakit Chasan Boesoerie. Ketika ada anggota DPRD yang bersikap soal informasi bahwa Pemprov memungut pendapatan rumah sakit tersebut, padahal RS Chasan Boesoerie sudah berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), langsung ditanggapi ‘sinis’ oleh Pemprov.  Kepala Inspektorat Maluku Utara, Nirwan M.T. Ali selalu diandalkan untuk ‘menyerang’ wakil rakyat.

Informasi pemotongan pendapatan RSCB ditarik Pemprov bermula dari dugaan tidak dibayarnya TTP pegawai di rumah sakit hingga ada yang melaporkan petinggi RSCB di Kejaksaan Tinggi. Pihak rumah sakit mengaku, informasinya mereka tidak membayar TTP pegawai karena sebagian pendapatan mereka sudah ditarik ke Pemprov. Ketika ada anggota DPRD merespons hal tersebut, Pemprov menantang DPRD untuk membuktikannya.

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi, Haryadi Ahmad mengatakan, dugaan ditariknya pendapatan rumah sakit oleh Pemprov itu bukan temuan DPRD, tetapi baru sebatas informasi yang diterima wakil rakyat. “Kami mendapatkan informasi bahwa ada pendapatan rumah sakit itu ditarik masuk ke kas daerah. Harusnya kan tidak bisa karena sudah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan itu diakui oleh inspektorat. Ini juga kan memang belum bisa dibuktikan,” jelasnya Nuansa Media Grup (NMG).

Menurutnya, Direktur RSCB mengaku ke DPRD bahwa anggaran yang melalui subsidi, ternyata tidak dipenuhi oleh Pemprov. Komisi IV rencana menanyakan ke Dewan Pengawas RSCB kenapa subsidi rumah sakit tidak digubris sesuai dengan permintaan yang diajukan. “Karena itu makanya terjadi tunggakan,” ujarnya.

Hariyadi menambahkan, Sekretaris Daerah selalu Dewan Pengawas RS harusnya tahu berapa kebutuhan rumah sakit. Dengan demikian, TTP 900 ASN dan non-ASN selama delapan bulan segera dibayarkan. “Sekda itu semestinya dia tahu berapa besar kebutuhan RSCB.  Harus disadari bahwa ketika Covid-19 itu tentu terjadi penurunan kunjungan orang sakit dan otomatis ini berdampak pada turunnya pendapatan,” tutupnya menegaskan. (ano/rii)