Oleh: Taufiq Abdullah
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Akuakultur IPB & Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Maluku Utara Institut Pertanian Bogor (IKMA MALUT IPB)
Email: abdullahtaufiq@apps.ipb.ac.id
Pembangunan Perikanan Budidaya Halmahera Tengah telah menjadi prioritas Nasional. Melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022 Tentang Kampung Perikanan Budidaya, Halmahera Tengah menjadi “Kampung Budidaya Ikan Nila. Hal ini tentunya sebagai bentuk kontribusi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB). Keberadaan kampung perikanan budidaya ini sejatinya menjadi kebanggaan Halmahera Tengah. Oleh karena itu, pembangunan perikanan budidaya baiknya menjadi perhatian setiap Dinas dan Lembaga – Lembaga terkait.
Usaha pengembangan perikanan budidaya Halmahera Tengah tidak terlepas dari potensi sumber daya alam wilayahnya. Kegiatan budidaya air tawar dapat dilakukan di kawasan weda dan patani yang memiliki sumberdaya air tawar sangat besar. Selain itu kawasan pesisir Halmahera Tengah dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertambakan udang. Beberapa wilayah pulau – pulau kecil dapat dicanangkan sebagai kawasan marikultur. Kawasan – kawasan ini harus terpetakan secara detail sebagai landasan awal dari pembangunan.
Danau Sagea dapat menjadi salah satu zona kegiatan perikanan budidaya di Halmahera Tengah. Beberapa tulisan sebelumnya menerangkan bahwa Danau Sagea sering disebut juga dengan “Telaga Yanelo” atau “Telaga Legaye Lol” oleh masyarakat sekitar. Secara ekologi, danau yang terletak di Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara ini berfungsi sebagai habitat alami bagi berbagai organisme. Dalam pemanfaatannya, Danau Sagea sejauh ini difungsikan sebagai sumber pangan dan parawisata.
Pemanfaatan untuk kegiatan perikanan budidaya belum dilakukan. Ekspansinya kearah perikanan budidaya akan memberikan peranan yang lebih besar sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi, perbaikan pangan dan gizi masyarakat, menjadikan lapangan pekerjaan serta peningkatan pendapatan masyarakat Sagea dan desa sekitarnya.
Tetapi, cita – cita pembangunan perikanan budidaya Danau Sagea tidak terlepas dari beberapa kendala. Eksploitasi tambang menjadi salah satu masalah primer. Terdapat dua Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan ini yaitu, PT Zhong Hai Rare Metal Mining dan PT First Pacific Mining Indonesia. Kebaradaan industri ini akan menyumbang limbah yang banyak mengandung logam berat dan dapat mendegradasi kualitas lingkungan seperti yang telah diketahui pada kawasan tambang Pulau Obi dan Halmahera Timur.
Gerakan “Selamatkan Kampung Sagea” adalah bentuk kesadaran masyarakat akan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi. Industri tambang memang menjadi industri yang mengancam kelestarian lingkungan perairan termasuk Danau Sagea. Potensi pengembangannya untuk sektor perikanan budidaya juga mengalami dampak. Paparan logam berat dapat menyebabkan kerugian usaha budidaya akibat kematian ikan. Logam berat juga mengancam keamanan pangan atau mutu produk perikanan budidaya.
Selain itu, masyarakat sekitar yang akan memanfaatkannya sebagai pangan akan mengganggu kesehatan melalui rantai makanan. Logam Nikel (Ni) adalah salah satunya. Artikel Ilmiah tentang “Nickel: Human Health and Environmental Toxicology” mengungkapkan bahwa paparan nikel pada manusia akan menyebabkan alergi, penyakit kardiovaskular dan ginjal, fibriosis paru – paru, serta kanker paru – paru dan hidung. Faktor – faktor inilah yang menjadi risalah penting, kenapa “Potensi Perikanan Budidaya Danau Sagea Terancam oleh Eksploitasi Tambang”.
Upaya pengembangan perikanan budidaya Danau Sagea akan menghasilkan output termanfaatkannya ekosistem, serta terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Sagea. Oleh karena itu, untuk meminimalisir dampak eksploitasi tambang maka penting untuk direkomendasikan beberapa usulan. Pertama: Industri pertambangan harus memperhatikan limbah – limbah hasil produksi dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan lingkungan. Kedua: Penataan ruang zonasi perairan danau. Seperti yang selalu diusulkan oleh Prof. Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS., minimal 30% untuk kawasan lindung (reservat); 15% untuk perikanan budidaya KJA (keramba jaring apung); kawasan penangkapan ikan; dan lainnya. Ketiga: Penyediaan sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya. Keempat: peningkatan kapasitas (capacity building) melalui pelatihan, pendampingan atau bimtek masyarakat pembudidaya dan tenaga penyuluh. (*)