Opini  

Belajar Tau Diri Dari Gandi

Melky Molle

Oleh: Melky Molle

 

Dalam kisah Gandi bersama orang kulit putih, dikereta di Afrika, Gandi berpapasan dengan orang kulit putih, orang kulit putih itu tanpa alasan menyuruh Gandi untuk pindah tempat dari kereta api yang ditumpangi Gandi.

Gandi diturunkan dari kereta api karena si Gandi tidak diperkenankan berada di kelas eksekutif karena dia berkulit hitam. Walapun sebenarnya Gandi sudah punya tiket kereta api kelas eksekutif. Karen Gandi orang kulit hitam, Gandi ditendang keluar oleh petugas kereta api, Gandi jatuh, ketika Gandi jatuh, Seketika itu Gandi dihampiri oleh seorang yang berjalan kaki melewati tempat itu dan melihat peristiwa yang dialami oleh si Gandi.

Orang itu berkata kepada Gandi, kenapa kamu tidak membalasnya?

Gandi menjawab, bukan salahnya dia, tapi pemimpinnya yang salah. Pertanyaan mendasarnya adalah, kenapa Gandi bukan menyalahkan orang yang menendangnya keluar dari kereta api itu, malah mempersalahkan pemimpin orang itu?

Peristiwa resistensi antara orang kulit putih, dan Gandi, mempertajam penglihatan kita tentang perbedaan warna kulit, the other atau yang lain, dan mempertegas batas demarkasi epistemik sebagai sikap eklusifisme yang didalamnya menunjukan penerimaan orang berdasarkan strata warna antara putih dan hitam sebagai kebenaran kolonialisme.

Kondharaningrat sebagai antropolog juga membenarkan penglihatannya dari riset-riset yang dilakukannya bahwa alasan kolonial menjajah orang Asia, antara yang putih dan yang hitam menjadi penilaian yang tidak beralasan subjektifitas.

Malah alasan-alasan itu juga mempertebal objektifitasnya dari prespektif eropasentris. Bahwa yang  hitam,  coklat, pesek dan pendek itu, bukan manusia. Atau lebih umum Rras Asia itu binatang, jadi dijajah dan di objekan untuk kepentingan kejayaan orang-orang kulit putih tidak bertentangan dengan moral, baik di bidang ekonomi, politik dan budaya.

Bahwa perkembangan pengetahuan beberapa dekade di Eropa juga sangat tidak manusiawi karena adanya kebenaran ekerasan epistemik yang dipaksakan untuk kepentingan kulit putih, karena kekerasan epistemik yang sangat fundamental disemaikan waktu itu mengalami fatalistik sebagai sebuah peradaban dunia dan manusia

Sepintas dari cerita ini, kita dapat belajar Konsep kepemimpinan Gandi menunjukan kiprah pemimpin yang lahir dari bawah “akar rumput” (Gress root) karena itu jawaban gandi secara tidak langsung membawa jawaban secara kongkrit bahwa jawabannya adalah jawaban akar rumput yang mengkritik kepemimpinan yang tidak melahirkan keteladanan. Karena itu pemimpin saat ini harus mempertebal keteladanan kepada masyarakatnya. Bahwa pemimpin tidak bisa sama sekali bermain untuk kepentingan diri, kepentingan kelompok, dan memanipulasi berbagai cara demi memperkaya diri.

Bahwa kepemimpinan yang mengobjekan manusia lain adalah kepemimpinan tanpa moral yang mengabaikan kemanusiaan. Kemanusiaan adalah kunci dari kepemimpinan. Mengutamakan masyarakat adalah keteladanan pemimpin.

Ras atau warna kulit haruslah dilihat sebagai eksistensi manusia yang natural adanya sebagai kulit Tuhan yang perlu dirawat untuk keunikan karya Tuhan yang kreatif karena Tuhan maha kreator. Paham eropanis juga menunjukan bagaimana pengetahuan yang bebas nilai itu di manipulasi sedemikian rupa untuk kepentingan para raja di Eropa dengan panji-panji kekristenan padahal ekonomi jadi tujuan utama.

Manusia adalah subjek pengetahuan, bukan objek pengetahuan. Demikian juga alam untuk kelestarian dan harmonisasi kehidupan untuk keberlanjutan hidup bagi generasi kita selanjutnya. Aktor atau pemimpin harus bervisi humanisme dan ekosentrisme. Pemimpina harus lahir dari bawa karena terpaan dan visioner. Bukan tiba saat tiba akal.

Karena itu, pemimpin yang diterpa seperti Gandi diatas akan tidak mudah memberi jawaban. Orang seperti Gandi adalah orang yang mengenal diri. Proses mengenal diri adalah proses tau diri darimana Gandi berasal, dan untuk apa Gandi belajar. Gandi adalah seorang pembelajar, untuk mengenal diri, pemimpin yang tau diri. Pemimpin harus tau diri supaya tidak lupa diri. (*)