TERNATE, NUANSA – Jajaran Pemprov Maluku Utara (Malut) sementara ini kemungkinan tidak bisa tenang. Pasalnya, selama beberapa pekan kedepa, audit belanja modal dan kinerja masih dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Maluku Utara. Kali ini BPK tidak main-main, khususnya audit belanja modal beberapa Organisasi Perangkat daerah (OPD).
Bahkan, belanja modal yang diaudit BPK informasinya selama beberapa tahun terakhir. Kemungkinan saja ini ada hubungannya dengan dugaan suap dan gratifikasi oknum BPK yang sementara ini mencuat dan sudah diproses hukum Polda Maluku Utara. Artinya, belanja modal yang pernah diaudit oknum BPK bermasalah itu, diaudit kembali auditor BPK saat ini. Sebab, audit yang lalu-lalu diduga ada kompromi.
Terkait dengan audit belanja modal jajaran Pemprov ini ditutup rapat Pemprov Maluku Utara. Lihat saja, Kepala Inspektorat Maluku Utara, Nirwan M.T Ali hanya menyampaikan ke publik menyangkut audit kinerja beberapa OPD, yakni Inspektorat, BPKAD, BKD, BPSDM, Kominfo, DPMPTS, Bappeda dan Biro Organisasi.
Menurutnya, pemeriksaan akan berlangsung selama 30 hari. Ini termasuk dalam rangka mengantisipasi terjadinya praktik korupsi. Pemeriksaan seperti ini pertama kali terjadi di Pemprov. Selain itu, BPK juga melakukan audit kinerja masing-masing OPD. Nirwan berharap seluruh OPD Pemprov proaktif untuk menyerahkan data-data yang dibutuhkan BPK. “Ini sangat penting, karena untuk menentukan perbaikan tata kelola pemerintahan dari berbagai kegiatan,” jelasnya.
Sekadar diketahui, proses hukum dugaan suap oknum BPK yang diproses hukum Polda Maluku Utara, statusnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Kemungkinan tidak lama lagi penyidik akan menetapkan tersangka.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Malut, Kombes (Pol) Michael Irwan Thamsil mengatakan, sementara ini penyidik melakukan pendalaman, seperti pemeriksaan saksi-saksi tambahan. Itu dilakukan untuk mendukung pembuktian. “Saksi sudah banyak diperiksa, yang pasti berkaitan dengan ini,” jelasnya.
Menurutnya, tim penyidik saat ini masih dalam penyidikan setelah ditingkatkan dari penyelidikan sesuai dengan pasal dan undang-undang yang disangkakan. “Ada tindak pidana gratifikasi maupun tindak pidana pencucian uang,” sebutnya.
Penyidik juga telah melakukan pengecekan aset-aset dari hasil kejahatan yang diduga dilakukan oleh pelaku. “Tentunya yang berkaitan dengan kasus ini kita akan mengecek aset-aset bersangkutan dari hasil kejahatan itu digunakan untuk membeli aset dan sebagainya, itu kita masih lakukan pendalam,” tandasnya.
Saat ini, kata Michael, penyidik lagi berada di luar daerah untuk melakukan penyidikan berkaitan dengan gratifikasi dan pencucian uang. Sesuai hasil penyelidikan dan penyidikan, bahwa perbuatan yang dilakukan terlapor menerima gratifikasi sejak tahun 2020 sampai kasus ini dilaporkan. “Jadi dugaan gratifikasi dan TPPU ini nilainya Rp 10 hingga Rp 15 miliar,” ujarnya.
Juru bicara Polda Malut ini menambahkan, sekarang masih dihitung lagi nominalnya yang dilaporkan. Ini bisa bertamba atau berkurang untuk nominal gratifikasi yang diterima oleh terlapor. “Ini ada yang melapor, karena ada korbannya,” tuturnya.
Sementara itu, praktisi hukum Maluku Utara, Iskandar Yoisangaji menuturkan, setidaknya penyidik Reskrimsus Polda mengembangkan penyidikan perkara ini ke oknum-oknum birokrasi yang juga diduga terlibat. Jika nanti terbukti dugaan suap dan gratifikasi ini menyeret kalangan birokrasi, maka dugaan publik selama ini bahwa opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dijual-belikan, terjawablah. “Langkah Reskrimum Polda ini harus diapresiasi. Kami berharap agar kasus ini bisa berjalan hingga selesai jangan kemudian berhenti di tengah jalan. Meskipun ada upaya untuk menarik kembali laporan ini, masyarakat pun tahu jika kasus ini bukanlah delik aduan tetapi delik biasa,” tuturnya.
Iskandar menyarankan dugaan tindak pidana suap dan gratifikasi yang diduga dilakukan oleh oknum BPK perwakilan Maluku Utara ini, harus diusut tuntas. Terhitung sejak tanggal 18 Agustus 2022 lalu status kasus dugaan suap dan gratifikasi serta pencucian uang ini sudah resmi ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, tentu menjadi gambaran kalau Polda serius menuntaskan kasus tersebut.
Lanjutnya, kalau status sebuah kasus sudah penyidikan, maka penyidik telah menemukan adanya peristiwa pidana sebagaimana pasal 1 angka 5 KUHAP, yang menyatakan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Selanjutnya, penyidik mencari dan menemukan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang atas peristiwa pidana, guna menemukan tersangkanya, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 angka 2 KUHAP.
“Perkara ini sudah berjalan sampai pada tingkat penyidikan, itu patut diapresiasi. Kasus yang melibatkan oknum BPK ini harus dibuka secara terang siapa saja yang terlibat karena ini berkaitan dengan gratifikasi, tentunya ada dugaan keterlibatan oknum-oknum dari kalangan pemerintahan,” ujarnya.
Kronologi
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Nuansa Media Grup (NMG), salah satu staf BPK perwakilan Maluku Utara berinisial YA diduga menjadi dalang di balik dugaan suap ini. Beberapa bulan lalu oknum tersebut dipindahkan ke BPK pusat. Pemindahannya itu diduga ada hubungannya dengan masalah ini. YG juga sudah diperiksa pengawas internal BPK.
YA diduga kuat menjadi penghubung perusahaan atau instansi pemerintah yang ingin berurusan dengan oknum di BPK. Urusan perusahaan dan instansi pemerintah tentu saja terkait dengan audit penggunaan keuangan negara. Dalam melancarkan aksinya, YA menjadikan salah satu warga Ternate sebagai tumbal. Orang itu berinisial SS. YA dan SS pertama kali kenal tahun 2020. Masalah ini sudah sampai ke telinga BPK Pusat. YA sendiri sudah diperiksa inspektur pengawasan BPK, termasuk rekeningnya. Dua orang lainnya di BPK perwakilan Maluku Utara juga dimintai keterangan.
Perkenalan keduanya terjadi di bengkel milik SS yang terletak di Ternate. Ketika itu YA memperbaiki mobilnya yang rusak di bengkel SS. Dari situlah, hubungan keduanya mulai dekat. Tak lama kemudian, YA mengajak SS berbisnis mobil bekas. Setelah hubungan bisnis mereka berjalan, tiba-tiba satu per satu orang mengatar uang dengan jumlah yang tidak sedikit di rumah dan bengkel SS. Kaget dengan uang yang diantar kepadanya, SS menanyakan YA. YA sampaikan ke SS agar simpan saja uang yang diserahkan orang yang diketahui sebagai suruhan pengusaha itu.
SS diduga pertama kali menerima uang Rp 800 juta dari PT L pada 18 Januari 2020. Uang itu diantar seseorang berinisial F. Pada 19 Februari 2020, SS kembali menerima uang Rp 750 juta. Yang menyerahan uang ini dari perusahaan yang sama dan juga dibawa oleh F. Ketika itu SS menanyakan ke YA, uang apa yang ia terima itu. YA hanya menyuruh SS mengambilnya saja. Pada 3 Maret 2020, YA menyuruh SS mengambil uang Rp 500 juta di rumah F di Kelurahan Tanha Tinggi. Uang ini masih dari PT L.
Selain itu, pada 20 Maret 2020 SS masih disuruh YA untuk menerima uang dari dua perempuan berinisial A dan U sebesar Rp 850 juta. Uang itu bersumber dari PT I. Selanjutnya, pada 30 Maret 2020 SS masih mengambil uang dari orang sama dan perusahaan yang sama sebesar Rp 250 juta. Setelah itu, pada 13 April, YA menyuruh SS untuk mengambil uang di seorang pria berinisial A sebesar Rp 1,5 miliar. Kemudian pada 17 April YA kembali menyuruh SS uang titipan seseorang berinisial K di dekat Bank Indonesia sebesar Rp 650 juta.
Selanjutnya, 22 April 2020, SS disuruh mengambil uang dari K atas perintah YA sebesar Rp 700 juta. Uang ini diambil di dekat Bank Indonesia. Pada 2 Mei 2020, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial I datang ke rumah SS atas perintah YA. ASN itu membawa uang Rp 900 juta. Pada 28 Juli 2020, SS disuruh YA mengambil uang dari seorang perempuan berinisial I sebesar Rp 920 juta. Uang itu diserahkan di depan Rumah Sakit Medika, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Ternate Selatan.
Tidak sampai di situ, pada 3 Agustus 2020, SS masih disuruh YA untuk mengambil uang dari seorang perempuan berinisial I sebesar Rp 900 juta. Uang sebesar itu diserahkan di kawasan Perikanan, Kelurahan Bastiong, Kecamatan Ternate Selatan. Pada 6 April 2021, di tempat yang sama dan dari orang yang sama sebesar Rp 4 miliar.
Setelah itu, YA memerintahkan SS untuk mengirimkan uang ke sejumlah orang, yakni ke seorang perempuan berinisial A, kemudian seorang perempuan lagi berinisial M. SS juga mengirimkan uang ke YA melalui bank. YA juga mengambil uang cash dari tangan SS. Tak sampai di situ, SS juga disuruh YA untuk mengirim sejumlah uang PT. G. Uang itu diduga untuk pembayar vila. Setelah itu, SS juga beberapa kali didatangi salah seorang security BPK berinisial S untuk mengambil uang atas perintah YA. Uang yang diambil oknum security itu diduga diserahkan ke oknum lain di tubuh BPK.
Dugaan suap yang melibatkan oknum BPK Maluku Utara ini sudah dilaporkan ke Polda Maluku Utara dan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Selain itu, SS juga telah dilaporkan YA ke Reskrimum Polda Maluku Utara atas dugaan penggelapan dan penipuan. SS kini berstatus tersangka. SS juga telah menggugat YA secara perdata di Pengadilan Negeri Ternate. Sebab, SS sudah menggunakan uang pribadinya untuk mengirim uang ke sejumlah orang atas perintah YA dan uang itu belum dikembalikan oleh YA. Perkara perdata di Pengadilan Negeri Ternate sementara dalam proses persidangan. (tim)