TERNATE, NUANSA – Hutan mangrove di Maluku Utara (Malut) mulai terancam. Jika tidak ada langkah antisipasi, maka bukan tidak mungkin mangrove yang tersebar di sejumlah titik di daerah akan musnah. Di sisi lain, pemerintah daerah tidak ambil pusing ketika kondisi mangrove sudah terancam. Perhimpunan Forum Studi Halmahera (Foshal) Maluku Utara ambil langkah untuk menyelamatkan mangrove yang sementara ini perlahan-lahan dibabat oknum tak bertanggung jawab.
Sebagai langkah awal, Sabtu (10/9), Foshal menggelar diskusi tematik bertajuk “Nasib Mangrove di Wilayah Kepulauan”. Diskusi yang dilangsungkan di kantor Foshal ini dipandu Mahmud Ici, wartawan senior di Maluku Utara. Hadir sebagai narasumber adalah pihak Balai DAS Ake Malamo Muh. Arbain Mahmud, ED WALHI Malut Faisal Ratuela dan Ketua KNPI Kota Ternate Samar Ishak.
Direktur Foshal Malut, Dr Azis Hasyim dalam sambutannya menyampaikan, tema yang diusung ini sifatnya kontemporer, dalam rangka membahas tentang lingkungan di tahun 2022. “Kita menganggap isu ini penting, karena fakta di setiap daerah itu kawasan mangrove sudah beralih fungsi, baik menjadi kawasan tambang maupun akibat dari konversi lahan mangrove itu menjadi lahan lain,” tuturnya.
Menurut Azis, kasus ini sudah banyak terjadi. Jika satu hektare kawasan mangrove dihilangkan, maka kurang lebih 500-1.000 jumlah satwa atau potensi perikanan bisa hilang dan musnah. Penurunan tutupan hutan, termasuk mangrove tersebut diakibatkan konsesi sawit dan tambang merupakan sebuah tragedi. “Jadi ini bencana besar harus menjadi perhatian bersama untuk kemudian kita sharing. Paling tidak menemukan apa yang menjadi penyebab utama penurunan penutupan hutan ini,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia lantas bertanya rencana apa yang bakal dilakukan jika melihat hal tersebut terjadi. Karena itu, sebagai organisasi non pemerintah, pihaknya dari Foshal merasa ini penting untuk membangun kesadaran kritis bersama, dalam hal ini perjuangan melindungi mangrove di Maluku Utara.
Akademisi Unkhair Ternate ini juga mengatakan, nasib mangrove berimplikasi besar terhadap masa depan lingkungan. Atas dasar itu, ia lantas mengajak semua pihak untuk menyuarakan hal tersebut. “Kami menyadari bahwa selama ini pemberitaan soal isu lingkungan dari jurnalis sangar minim. Senang dengan isu jabatan, instansi pemerintah di internal birokrasi kita abai. Padahal ada isu besar yang dampaknya terasa kepada kita yakni isu lingkungan,” pungkasnya. (tan)