TERNATE, NUANSA – Empat anggota Polres Kabupaten Halmahera Utara (Halut) bersiap-siap untuk menerima sanksi, setelah diketahui menganiaya salah satu warga yang juga seorang mahasiswa beberapa hari lalu. Empat oknum polisi itu kini menjalani pemeriksaan di Propam Polda Maluku Utara. Informasi dihimpun Nuansa Media Grup (NMG) menyebutkan, kemungkinan empat anggota polisi akan dikenai sanksi kode etik. Jika mereka dijerat kode etik, maka bukan tidak mungkin mereka akan diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH). Selain empat oknum itu, penyidik Propam Polda juga telah memeriksa Wakapolres Halmahera Utara, Kabag Ops, Kasat Sabhara dan KBO Sabhara.
Sementara itu, desak dari masyarakat agar empat anggota polisi tersebut diberi sanksi setimpal, terus mengalir. Senin (3/10), sejumlah massa yang tergabung dalam gerakan mahasiswa pemerhati sosial (Gamhas) menggelar demonstrasi di Markas Reskrimum Polda Maluku Utara. Pada aksi itu mereka mendesak Polda mengusut tuntas dugaan kasus kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oknum polisi di Polres terhadap salah satu mahasiswa.
Koordinator aksi, Hajrul Mustafa menuturkan, pada 20 September lalu publik kembali dipertontonkan aksi penganiayaan yang dialami Yulius Yatu alias Ongen, tepat di depan rumahnya. Ongen diseret dari teras rumah oleh empat oknum anggota polisi di Polres Halut, setelah sebelumnya ditampar dan dicekik hingga tak sadarkan diri.
Tidak berhenti sampai di situ, Ongen dipaksa untuk sikap tobat, diintimidasi serta disuruh untuk meminia maaf pada ‘anjing pelacak’ dengan suara yang keras. ”Dalam keadaan tergeletak, Ongen direkam/video lalu diposting oleh salah satu akun media sosial milik terduga pelaku. Ini perbuatan yang sangat kejam,” ucap Hajrul saat menyampaikan orasinya.
Menurutnya, dari kasus ini para terduga pelaku telah melanggar peraturan kapolri (Perkap) Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian. Para pelaku juga jelas telah melanggar UU Nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik profesi kepolisian dan UU Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
”Kami mendesak kepada Kapolda Malut segera mencopot Kapolres Halut dan menetapkan empat oknum polisi itu sebagai tersangka, serta memecat anggota yang melanggar kode etik Polri. Hentikan kriminalisasi dan intimidasi gerakan mahasiswa dan rakyat di Maluku Utara,” desaknya. “Apabila tuntutan kami tidak tidak digubris, maka kami akan mengonsolidasi seluruh organisasi dan melakukan pemboikotan di Polda Malut,” sambungnya.
Menyikapi aksi itu, Kasubdit I Ditreskrimum Polda Maluku Utara, Kompol Moch. Arinta Fauzi, mengaku perkara tersebut baru diterima pada 27 September 2022 lalu. “Jadi kami mohon kesabaran adik-adik. Kami tidak menutup mata terkait kasus ini. Untuk hasil visum hari ini sudah keluar, saya punya tanggungjawab penuh terhadap perkembangan perkara ini. Sebab berat risikonya jika kami main-main dengan perkara ini,” jelasnya di hadapan massa aksi.
Mantan Wakapolres Halbar ini meminta waktu selama tiga pekan ke depan untuk bisa menyelesaikannya. Sebab kejadian ini di Halut, sehingga harus pulang pergi ke sana. “Untuk kasus ini tidak ada yang main-main, saya akan buktikan. Kasih kami waktu tiga minggu, muda-mudahan tidak ada kendala. Mohon doanya, perkara ini sudah ada titik terang, ” jelasnya. (gon/ask/rii)