‘Sofifi Rumah Kita’ Hanya Isapan Jempol

Kantor Gubernur Maluku Utara. (istimewa)

SOFIFI, NUANSA – Hari Ulang Tahun (HUT) Provinsi Maluku Utara (Malut) ke-23 diperingati pada 12 Oktober 2022. Usia daerah ini terbilang tidak muda lagi. Sayangnya, pembangunan yang dijanjikan dan diharapkan, masih jauh panggang dari api. Satu dari sekian masalah yang belum bisa dipecahkan, ibu kota provinsi: Sofifi, masih berada di sebuah kelurahan di bawah wilayah administrasi Kota Tidore Kepulauan (Tikep).

Status administrasi memang menjadi salah satu penyebabnya, tepi itu bukan masalah utama. Problem mendasar yang saat ini menghambat pembangunan Ibu Kota Sofifi adalah ketidakseriusan pemangku kebijakan dalam mendorong percepatan pembangunan. Sofifi sebagai rumah kita hanya menjadi slogan semata. Kantor pemerintahan berada di Sofifi, sementara rumah pejabat maupun pegawai Pemprov Maluku Utara, bahkan kantor sekretariat dinas, justru berada di Ternate.

Ketua DPRD Maluku Utara, Kuntu Daud dalam sambutan pembukaan paripurna HUT Provinsi ke 23 yang berlangsung di DPRD, sempat menyentil hal itu. Politisi PDIP ini menuturkan, bagaimana mungkin kita memperjuangkan Sofifi sebagai sebuah daerah otonom atau kawasan khusus, atau apapun namanya, serta bagaimana mungkin mewujudkan ”Sofifi Rumah Kita”, jika laku kita sendiri hanya menjadikan sofifi sebagai rumah singgah. Sofifi hanya jadi jualan semata, tatkala Pemilu dan Pilkada sudah di depan mata.

Untuk itu, ia mengajak kepada semua stakeholder, terutama pengambil kebijkan di Pemprov Maluku Utara untuk duduk bersama dan segera bertindak yang nyata. Jangan hanya jadi wacana dari masa ke masa. Sebagai ibu kota provinsi, Sofifi sudah dua kali dikunjungi Presiden Republik Indonesia. Ini tentu sebuah kebanggaan, apalagi kunjungan Presiden ini berjalan dengan lancar, aman, tertib dan damai. ”Semestinya ini menjadi catatan penting, sudah saatnya Sofifi lebih mandiri,” tuturnya.

Sebagai ibu kota provinsi, lanjut Kuntu, Sofifi menjadi ruang perjumpaan dari semua kultur, entitas dan semua komunitas di seantero Jazirah Mulukiyah. Di usia ke 23 tahun ini seharusnya menjadi tonggak untuk mengembalikan marwah Ibu Kota Sofifi sesuai khittah undang-undang. Sofifi sebagai ibu kota provinsi sejatinya merupakan titik sentral pemerintahan provinsi, namun sering diabaikan. ”Kita belum bisa move on dan masih berorientasi Ternate sentris. Ini karena hampir sebagian kegiatan pemerintahan masih berpusat di Kota Ternate. Kita harus jadikan Sofifi sebagai rumah kita, bukan rumah singgah,” urainya. (ask/rii)