Opini  

Tangisan Guru Honorer di Maluku Utara

Subhan Hi Ali Dodego.

Oleh: Subhan Hi Ali Dodego

Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Guru adalah profesi mulia. Kenapa dikatakan mulia? Karena guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, dipundaknya terdapat harapan bangsa. Selama dunia ini masih ada guru selalu dibutuhkan. Dapat dipastikan bahwa tanpa guru manusia tidak akan berbudaya, beragama, bernorma, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu contoh konkret adalah ketika terjadi pengeboman kota Hirosima dan Nagasaki yang pertama kali ditanya oleh kaisar Jepang adalah berapa jumlah guru yang masih hidup. Ini mengafirmasikan bahwa guru memiliki peran yang sangat besar dalam membangun karakter dan kemajuan sebuah bangsa.

Dalam UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Jika ditelaah amanat Undang-undang di atas, dapat dipahami bahwa tugas guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Tetapi lebih dari itu, guru dituntut harus menjadi teladan (role model) bagi anak didiknya. Seperti pepatah mengatakan “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Apa maknanya? Maknanya adalah guru harus menjadi contoh terbaik bagi anak didiknya. Dengan kata lain, segala bentuk pemikiran, ucapan dan tindakan akan dicopy paste oleh anak didik.

Menurut Pasal 3 UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasonal, bahwa  pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Selanjutnya dalam penyelenggaraan pendidikan harus mengacu kepada standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).

Berpijak dari hal di atas, dapat dipahami bahwa tugas guru amat dan sangat berat, tidak mudah. Dan untuk mewujudkan standar nasional pendidikan tersebut butuh kolaborasi semua pihak termasuk di dalamya keterlibatan pemerintah secara aktif dalam mengakselerasi pendidikan. Namun sayangnya, pengorbanan dan jasa guru di Indonesia tidak selalu mendapat penghargaan dari pemerintah. Terutama adalah guru honorer daerah. Kesejahteraan guru honorer di Indonesia ibarat panggang yang jauh dari api. Hal ini terlihat jelas terjadi di pelbagai daerah salah satunya adalah persoalan gaji honorer daerah yang tak dibayar dan selalu mengalami keterlambatan adalah di provinsi Maluku Utara.

Dikutip dari Media Penamalut.com dan Malut Post (2022), bahwa Pemerintah Provinsi belum membayar gaji honorer daerah selama enam bulan terhitung dari tahap I dan II bahkan mirisnya adalah mereka saling menyalahkan tentang pembayaran gaji guru honorer daerah. Hal ini seperti respon dari  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Maluku Utara  tidak mau disalahkan  terkait desakan  pembayaran gaji guru honorer  yang menunggak sampai enam bulan sejak April hingga bulan Oktober 2022. Dikbud Maluku Utara mengatakan itu kesalahan dari  Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ((BPKAD) Maluku Utara.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah siapa yang bertanggungjawab atas pembayaran gaji honorer daerah? Pertanyaan ini harus dijawab secara rasional sesuai dengan amanat dan perintah Undang-undang. Pertama, mengenai Hak dan Kewajiban Guru. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan; g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan; j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya (Pasal 14 UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen).

Kedua, mengenai kewajiban Pemerintah Daerah. (1) Bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi; (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun (Pasal 11 UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas).

Ketiga, mengenai tanggungjawab pendanaan. Tanggungjawab pendanaan (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik (UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas).

Keempat, hak pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:  penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas (Pasal 40 UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Berangkat dari pelbagai Undang-undang di atas dapat dipahami bahwa guru memiliki kewajiban  adalah mengajar dan mendidik peserta didik. Sementara pemerintah betugas dan berkewajiban memberikan hak kesejahteraan para guru-guru tanpa pandang bulu baik ASN maupun guru honorer daerah. Ini dilakukan untuk memajukan mutu dan kualitas pendidikan di Maluku Utara.

Persoalan lain adalah guru selalu dituntut untuk memenuhi jam kerja dan jam mengajar di kelas. Lebih dari itu, ketika indeks prestasi di sekolah menurun guru yang selalu disalahkan, dikritik dan dikatakan gagal hingga telinganya memerah. Tetapi, kesejahteraan guru selalu menjadi  pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai. Ketika guru menuntut hak-hak mereka  tidak ada jawaban yang pasti, malah saling lempar tanggungjawab dan saling menyalahkan antara Gubernur, Dikbud dan BPKAD. Ini sangat disayangkan. Persoalan keterlambatan gaji honorer ini bukan kali pertama terjadi bahkan sudah berulang kali. Ini menjadi preseden buruk bagi pemerintah provinsi Maluku Utara.

Sampai di sini kita memahami bahwa tampaknya Pemerintah Provinsi tidak serius mencari solusi atas nasib para guru honorer daerah. Kalau ada kepedulian dan bertanggungjawab maka sudah pasti pembayaran gaji tepat waktu. Dapat dibayangkan, gaji guru honorer 1,5 juta pertiga bulan, tetapi baru dibayar enam bulan kemudian. Bagaimana dengan orang yang sudah hidup berkeluarga? Dari mana uang yang ia dapat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya? Kasus di Maluku utara bahkan sudah enam bulan belum dibayar dan selalu dicicil, tidak bayar lunas. Jika, mental Pemprov seperti ini tidak diubah maka jangan bermimpi pendidikan di Maluku Utara akan maju dan bersaing dengan daerah-daerah lain. Seperti peribahasa, bermimpi pendidikan Maluku Utara maju ibarat pungguk merindukan bulan.

Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan (stakholders) seperti Gubernur, DPRD, Dikbud dan BPKAD harus bersinergi dan duduk bersama mencari solusi alternatif untuk membayar gaji guru honorer yang sudah enam bulan tidak dibayar. Jangan saling lempar tanggungjawab. Pemerintah adalah pelayan rakyat, karenanya harus melayani hajat hidup orang banyak salah satunya adalah kesejahteraan guru honorer harus mendapat pelayanan prima. Kesejahteraan guru adalah amanat dari Undang-undang. Tugas pemerintah adalah menjalankan dan mengejawantahkannya, tidak bisa diabaikan. Kemudian, pada kondisi yang cukup kompleks ini sangat dibutuhkan kehadiran Persatuan Guru  Republik Indonesia (PGRI) Maluku Utara. Sebagai organisasi indpenden PGRI Maluku Utara harus menjadi pionir dan garda terdepan untuk mengawal dan memperjuangkan aspirasi guru-guru honorer di daerah yang sengaja diabaikan pemerintah. Jika ini dilakukan secara terencana maka tidak mustahil  hak-hak guru akan segera diakomodir oleh pemerintah. Semoga!