TERNATE, NUANSA – Bukan hanya laut Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan yang sudah tercemar, tetapi hutan Mangrove yang dilindungi pun dibabat habis. Ini adalah dampak beroperasinya perusahaan pertambangan di wilayah Provinsi Maluku Utara (Malut). Hutan Mangrove yang dirusak terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah. Perusahaan yang diduga melakukan tindakan tidak terpuji tersebut adalah PT. Harum Sukses Mining.
Setelah sekian lama hutan Mangrove itu dibabat dan terpublikasi melalui media massa, barulah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Halmahera Tengah ambil sikap. Kepala DLH Halmahera Tengah, Syamsul Bahri Ismail mengatakan, pihaknya telah menerjunkan tim ke lapangan untuk menelusuri dugaan tersebut. Sehingga itu, pihaknya belum bisa berbuat banyak, karena harus menunggu hasil penelusuran yang dilakukan timnya.
Menurut dia, DLH tetap mengambil langkah sesuai dengan regulasi yang sudah dikeluarkan Menteri Kehutanan (Menhut). “Tim sudah turun di lokasi. Kami tetap berpatokan pada regulasi yang ada. Jadi berdasarkan hasil cek lapangan, baru bisa dipastikan keputusannya seperti apa dari hasil rekomendasinya,” ujarnya saat dikonfirmasi belum lama ini.
Ia menjelaskan sesuai SK Menhut Nomor 32 tahun 2013 itu, di mana hasil tim Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) soal penggunaan kawasan hutan. Dinas Kehutanan (Dishut) Maluku Utara juga telah mengeluarkan pernyataan bahwa kawasan tersebut masuk pada areal penggunaan lain (APL).
Syamsul menuturkan, DLH hanya punya kajian seberapa besar manfaat dari sisi lingkungan kawasan lindung. Untuk Selebihnya mengenai status hutannya adalah kewenangan Dishut Provinsi. “Tentu kita dari pemerintah Halteng melihat dulu sesuai kondisi lapangan berdasarkan hasil investigasi, barulah kami keluarkan rekomendasi,” tuturnya.
”Jadi kalau itu ditebang, dampak lingkunganya apa? Kalau status hutan itu kewenanganya Dishut. Sementara APL merupakan kewenangan perusahaan. Kami melihat saja peruntukan kawasan hutang itu untuk apa,” sambungnya.
Sementara Kadishut Maluku Utara, M. Sukur Lila, saat dikonfirmasi NMG, enggan memberikan komentar dengan alasan masih mengupdate hasil turun lapangan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Halteng. Sebelumnya, PT. Harum Sukses Mining yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Timur dan Halmahera Tengah diduga melakukan pembongkaran kawasan hutan mangrove di Tanjung Gume, Desa Fritu, Kabupaten Halmahera Tengah.
Salah satu anggota DPRD Halteng, Munadi Kilkoda, mengatakan pihaknya menerima laporan dari warga sekitar bahwa ada aktivitas pembongkaran kawasan hutan yang selama ini dijaga masyarakat. Aktivitas pembongkaran ini sungguh meresahkan warga
Menurut Munadi, dilihat dalam SK Menteri Kehutanan Nomor 302 tahun 2013, Tanjung Gume di Fritu yang didominasi mangrove itu merupakan hutan lindung. “Jadi kalau ada kegiatan pembukaan oleh tambang untuk pembangunan jetty, itu sebenarnya pelanggaran hukum. Karena dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999, dilarang dengan tegas ada kegiatan tambang di dalam kawasan hutan lindung,” ujarnya kepada Nuansa Media Grup (NMG), Selasa (18/10).
Lanjut dia, jika hari ini PT. Harum Sukses Mining kemudian melakukan pembongkaran mangrove tersebut untuk kebutuhan jetty, maka itu sudah kategori pelanggaran. Karena itu, Dinas Kehutanan dan Gakkum KLHK harus mengambil langkah menghentikan seluruh kegiatan perusahaan tersebut, lalu memberikan sanksi hukum atas pelanggaran yang mereka buat,” tegasnya.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Malut itu berharap dalam waktu dekat ini sudah ada action dari pihak yang berwenang. Sebab pihaknya menerima laporan dari masyarakat bahwa pembongkaran hutan lindung itu terjadi secara luas dan diperkirakan akan terus meningkat.
“Ini tidak boleh terjadi. Kawasan itu memiliki nilai ekosistem yang tinggi untuk mendukung kelangsungan hidup masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Sehingga kalau dirusaki, pasti nilai ekosistem akan berdampak pada masyarakat dan lingkungan setempat,” tandasnya.
Pihaknya padahal sudah berupaya agar Tanjung Gume itu diilindungi masyarakat melalui Perda. Itu sudah dilakukan oleh masyarakat, tapi kemudian dibiarkan tambang beroperasi. (ano/tan)