TERNATE, NUANSA – Nasib tidak baik yang dialami pedagang di Kota Ternate seperti tidak ada akhir. Digusur, direlokasi dan kesulitan mendapat tempat jualan, adalah kondisi yang dialami pedagang selama satu tahun belakangan. Sadisnya, ada pula oknum yang dengan sadar melakukan pengutan liar terhadap mereka. Apes benar nasib pedagang di Kota Ternate.
Sudah berulang kali utusan pedagang menyampaikan keluhannya ke pengambil kebijakan di Kota Ternate, baik itu terkait relokasi, tempat jualan yang layak, dan bahkan soal pungutan liar, tetapi respons dari pengambil kebijakan hanya sebatas janji. Fakta di lapangan, hal-hal buruk selalu saja dialami pedagang. Pedagang yang berjualan di beberapa pasar di Kota Ternate, bukan mereka yang berpenghasilan besar. Tetapi mereka adalah warga kelas menengah ke bawah. Sungguh tegas pengambil kebijakan memperlakukan pedagang sejahat itu.
Kamis (27/10), puluhan massa dari Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (Gamhas) Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Ternate. Aksi mahasiswa ini mewakili pedagang. Massa mendesak Pemerintah Kota Ternate segera memberikan tempat layak bagi pedagang di belakang Jatiland Mall yang telah direlokasi. Abidin Rumage selaku koordinator aksi menuturkan, kurang lebih tiga bulan yang lalu, rencana relokasi pedagang di belakang Jatiland Mall membuat para pedagang saat ini tak mendapatkan tempat jualan. “Dalam pemindahan ini, banyak pedagang mendapat masalah tempatnya, mulai dari tidak adanya sosialisasi sampai desakan Pemkot untuk melakukan pengosongan barang dagangan,” ujarnya.
Bahkan, sebagian tempat jualan baru tidak disediakan oleh Pemkot melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ternate. Hal ini menimbulkan semakin rumit ketika upaya pengadaan tempat dari dinas terkait dinilai tidak berdampak signifikan terhadap pendapatan hasil dagangan. “Dengan alasan, tempat yang disediakan memiliki jarak relatif dekat dengan pedangan besar, terutama di pasar Bahari Berkesan III,” kesalnya.
Tidak hanya itu, upaya pendataan pedagang yang belum mendapatkan tempat juga dinilai serampangan dan tak terkoordinasi. Bahkan sempat dilakukan pembagian nomor tempat dagangan, nyatanya upaya ini tidak mengakomodir semua pedagang. “Ini hanya karena keterbatasan nomor akibat tempat yang disediakan tidak bisa menampung seluruh pedagang, sehingga sampai saat ini masih banyak pedagang yang memilih untuk menetap dan berjualan di belakang Jatiland Mall,” jelasnya.
Selain itu, Abidin mengatakan, bahwa pedagang yang ada di belakang Jatiland Mall dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok, yaitu pedagang kelapa muda, pedagang rempah dan Barito. “Dari situasi dan kondisi ini, para pedagang merasa di diskriminasi, artinya kurangnya perhatian dari petugas pasar. Itu dapat dilihat dari fasilitas tempat jualan yang tidak memadai hingga keberadaannya disebut illegal oleh salah satu Kabid Disperindag dalam pertemuan pada Selasa kemarin. Padahal mereka punya kontribusi yang begitu besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dalam setahun,” tandasnya
Tanggapan Pemkot

Sementara itu, terkait dengan pedagang kaki lima di belakang bangunan Jatiland Mall, Kepala Disperindag Ternate, Muhlis S. Djumadil mengatakan, lokasi tersebut memang sudah dikosongkan, tidak ada lagi pedagang yang jualan di situ. Belakangan Jatiland Mall akan dijadikan pusat kuliner. Para pedagang telah direlokasi ke tempat lain. “Adik mahasiswa harus tahu bahwa pedagang di belakang Jatiland Mall itu bermacam-macam, seperti pedagang bawang, rica tomat, pedagang kepala muda. Mereka yang menggunakan stand food juga sudah didata dan sudah ada kesepakatan,” katanya.
Menurutnya, banyak pedagang tidak tetap berjualan di belakang Jatiland Mall, sehingga Pemkot kesulitan melakukan pendataan. Berbeda dengan pedagang tetap yang sudah didata. Pedagang yang sudah didata digiring masuk ke pasar Bahari Berkesan 3. “Lokasi belakang Jatiland akan ada pembangunan. Tidak mungkin ada pembeli ke situ untuk membeli sesuatu. Pemkot tidak seenaknya mengusir pedagang. Mereka sebagian sudah digiring ke halaman Benteng Oranje,” tutupnya. (udi/rii)