TERNATE, NUANSA – Belakangan ini publik Maluku Utara dihebohkan dengan peristiwa tercemarnya laut Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), akibat dari aktivitas pertambangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun memberi atensi atas kondisi laut Obi yang kian memburuk itu. Sekalipun situasinya sudah terbilang parah, pemerintah daerah dan perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di Obi tidak ambil langkah untuk menyelamatkan laut Obi yang pada situasi tertentu berwarna cokelat.
Harita Group adalah salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan. Sejauh ini Harita juga belum bersikap. Melihat pasifnya perusahaan tambang dan stakeholder terkait atas tercemarnya laut Obi tersebut, Koordinator Konsorsium Advokasi Tambang (KATAM) Maluku Utara, Muhlis Ibrahim menyodorkan masukan kepada Harita Group. Menurutnya, Harita mestinya memberikan ruang ke stakeholder indpenden untuk memantau langsung lokasi yang diduga terjadi pencemaran. PT Harita juga disarankan membentuk tim pengawas independen terkait dengan kegiatan pemantauan lingkungan dengan tujuan turut membantu pihak perusahaan dalam kegiatan pengawasan lingkungan.
Selanjutnya, Muhlis mengatakan, yang harus dilibatkan dalam tim pengawasan adalah pegiat lingkungan dan media massa. Alasannya, agar fakta-fakta lingkungan yang sebenarnya terjadi di lokasi bisa diungkap secara jernih ke media massa. Kedua, pihak PT Harita tentu tidak sendirian dalam melakukan aktivitas pemantauan lingkungan, ada keterlibatan masyarakat dan juga media massa serta organisasi pegiat lingkungan lainnya yang juga ikut melibatkan diri dalam kegiatan pemantauan lingkungan. “ Ini merupakan bentuk komitmen dalam mengawal dan mengawasi pihak PT Harita dalam melakukan aktivitas kegiatan penambangan dan industri. Sebab, PT Harita sejauh ini telah memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pembangunan daerah,” tutupnya menyarankan. (rii)