TERNATE, NUANSA – Sikap Polda Maluku Utara yang menggugurkan Sulastri, lulusan Diktukba Polri jalur kompetensi khusus (Bakomsus) Bidan, mendapat sorotan praktisi hukum Muhammad Konoras. Ia menuturkan, Polda merupakan institusi negara yang memiliki fungsi sebagai penegak hukum sekaligus pengayom dan pelindung masyarakat. Artinya, dalam setiap rekrutmen polisi, Polda Maluku Utara harus bersikap adil, kredibel dan akuntabel.
“Selain itu, proses seleksi yang dimulai tahapan administrasi hingga pantukhir, tentu wajib tunduk dan taat pada prosedur yang tidak bisa ditawar-tawar dan harus pruden (bijaksana),” ujarnya pada Nuansa Media Grup (NMG), Minggu (6/11).
Menurutnya, sementara ini Polda Maluku Utara pasti mengalami dilema, lantaran meluluskan Sulastri, seorang anak petani asal Kabupaten Kepulauan Sula dan kemudian menggugurkannya. “Bagi saya tidak semudah itu Polda beralasan bahwa kesalahan panitia seleksi. Lalu bagaimana dengan nasib anak petani yang sudah dinyatakan lulus dalam semua tahapan, tapi kemudian digugurkan?. Jangan karena kesalahan institusi (Polda) malah rakyat yang dikorbankan,” tutur Konoras.
Bagi dia, yang dialami Sulastri adalah sesuatu yang tidak adil dan melanggar hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Syarat umur itu diatur dalam peraturan Kapolri yang tidak bisa menyampingkan Undang-undang (UU). Paling tidak ada kompensasi negara terhadap orang yang sudah dinyatakan lulus, tapi belakangan dibatalkan hanya karena kelebihan umur 1 bulan.
Polri, khususnya Polda Maluku Utara mestinya mempertimbangkan apa yang mesti mereka lakukan, bukan sebatas minta maaf ke Sulastri dan keluarganya. “Saya juga berharap kepada Kapolda yang baru agar dalam rekrutmen calon polisi, baik Bintara maupun Akpol, harus memprioritaskan putra dan putri daerah, jangan lagi seperti yang lalu-lalu,” tegas Ketua Peradi Kota Ternate.
Sebelumnya, Sulastri menceritakan, pengumuman penentuan akhir (Pantukhir) yang merupakan akhir dari rangkaian seleksi diumumkan pada 2 Juli 2022 lalu. Di mana dirinya dinyatakan lulus. Ia kemudian dipanggil dan aktif mengikuti apel di Mapolda Maluku Utara. Pada Agustus 2022, Sulastri dipanggil dengan alasan usianya sudah melewati batas maksimal. Meski begitu, ia belum mendapat kepastian apa statusnya. Sulastri juga tidak dipulangkan ke Sula, justru masih ditahan dan mengikuti segala aktivitas di Polres Ternate. Selanjutnya pada 2 November 2022, Sulastri mendapat surat pemberitahuan sidang terhadapnya.
”Padahal semua tahapan tes itu saya lulus memenuhi syarat (MS). Setelah itu baru dilakukan perengkinan semua tahapan tes, dan saya dapat peringkat tiga dari sisa peserta 5 orang di seluruh perwakilan Polres Maluku Utara. Setelah itu supervisi dari Mabes Polri, dan saya lulus dengan memenuhi syarat sampai pengumuman Pantukhir, saya dinyatakan lulus,” tuturnya, Jumat (4/11) malam.
Menurutnya, setelah Pantukhir, panitia lokal penerimaan tidak memberikan penjelasan apapun kepadanya. Hingga pada 1 November kemarin, ada surat yang isinya menyebutkan pergantian siswa Diktuk Bintara Polri. Anehnya, dalam surat tersebut tidak ada Bakomsus kesehatan, nanti di ruangan sidang barulah tertulis di spanduk ada Bakoimsus kesehatan. Surat itu dari Polda Maluku Utara, bukan dari Mabes Polri. “Di dalam ruangan sidang, saya mulai ditanyakan papa (ayah) kerja apa. saya jawab, papa hanya kerja petani. Jadi ada kerja apa ya kerja. Kalau tidak ada kerja ya sudah,” ujarnya.
Ketika itulah panitia mulai terbuka dengannya. Panitia tiba-tiba menggugurkan Sulastri dengan alasan usianya melewati batas. Posisi Sulastri diganti dengan Rahima Melani Hanifa yang saat pengumuman kelulusan berada di posisi empat. Rahima ini diketahui sepupu dari salah satu perwira berpangkat AKBP di Polda Maluku Utara.
Maryam Umasugi, ibu dari Sulastri meminta Kapolda Maluku Utara, Irjen (Pol) Midi Siswoko agar mengambil sikap bijaksana atas perlakukan panitia penerimaan Diktukba terhadap anaknya. Ia mengaku sangat kecewa dengan Polda Maluku Utara, juga sangat tidak puas dengan keputusan panitia menggugurkan anaknya. ”Apakah karena kami ini petani lalu, anak kami tidak bisa jadi polisi? Apakah anak petani tidak pantas jadi polisi,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. (gon/rii)