TERNATE, NUANSA – Praktisi hukum Maluku Utara, Muhammad Konoras angkat bicara menyikapi dugaan SPPD fiktif Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Maluku Utara yang sementara ini diproses hukum Kejaksaan Tinggi. Konoras berharap penyidik Kejaksaan Tinggi agar lebih serius melakukan penyelidikan, guna memastikan apakah perjalanan dinas tersebut bermasalah atau tidak, termasuk untuk diketahui apakah itu untuk kepentingan pribadi atau jabatan.
“Karena banyak dalam melakukan perjalanan dinas sering juga mengikutsertakan pegawai-pegawai honorer yang menurut Peraturan Menteri Kuangan tidak dibenarkan. Selain itu banyak juga pejabat yang melakukan perjalanan pribadi bersama keluarganya menggunakan APBD dengan memanipulasi adminstrasi sebgai perjalanan dinas. Oleh karena itu kepada Kejati Maluku Utara diharapkan komitmen dan konsisten melakukan pengusutan secara tuntas atas dugaan perjalanan fiktif pada DKP Provinsi Maluku Utara dengan tidak mengabaikan azas praduga tak bersalah,” harapnya menjelaskan.
Menurut Konoras, salah satu modus operandi korupsi yang sering dilakukan oleh para pejabat di daerah adalah dengan cara memperbanyak perjalanan dinas dan sumber anggarannya menggunakan APBD. Hal itu, kata dia, jika ditelusuri secara teliti, maka trik-trik yang digunakan para pejabat daerah ini sudah bisa dipastikan masuk pada modus menilep anggaran.
“Kalau anak jaman naow bilang modul penggarukan. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No: 7/KMK.02/ 2003 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai tidak Tetap pada Pasal 4 huruf a dan b , membagi dua jenis Perjalanan Dinas yaitu (i) Perjalanan Dinas Jabatan dan (ii) perjalanan dinas pindah. Dalam amatan saya selama ini para pejabat di daerah dalam melakukan perjalanan dinas terkadang menyimpang dari dua bentuk perjalanan dinas tersebut, dimana banyak perjalanan dinas pribadi sering disulap menjadi perjalanan dinas Jabatan sehingga sangat membebani APBD,” ujarnya menerangkan. (rii)