TERNATE, NUANSA – Pemeriksaan atas penyelenggaraan keanggaraan daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan hal biasa dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Hal tersebut disampaikan dosen Fakultas Hukum Unkhair, Abdul Kadir Bubu. Menurutnya, dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK melakukan tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Abdul Kadir mengatakan, pemeriksaan atas penyelenggraan keuangan pusat maupun daerah, BPK memberikan opini yang merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan beberapa hal pada kriteria yaitu, pertama kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan. Kedua, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures). Ketiga, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Dan keempat, efektivitas sistem pengendalian internal.
“Adapun tujuan pemeriksaan atas laporan keuangan adalah untuk memberikan opini/pendapat atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan,” kata Dade, sapaan akrab Abdul Kadir Bubu, kepada Nuansa Media Grup (NMG), Minggu (25/12).
Dade menuturkan, hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai. Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan opini. Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan kesimpulan.
“Setiap laporan hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti, antara lain dengan membahasnya bersama pihak terkait,” tuturnya.
Lanjutnya, dalam pendekatan hukum administrasi, hasil pemeriksaan BPK berupa opini, temuan, kesimpulan maupun rekomendasi adalah bentuk keputusan administrasi negara yang tentunya dihasilkan dari proses administrasi dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Karena itu, lanjut kandidat Doktor Hukum Administrasi Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini, bahwa hasilnya harus dipandang kredibel karena dihasilkan oleh lembaga yang kredibel pula, sehingga membatalkan atau katakanlah meninijau ulang sebuah kesimpulan haruslah dengan alasan yang kredibel pula.
Dalam konteks ini, lanjutnya, jika dikaitkan dengan tindakan BPK Perwakilan Maluku Utara yang melakukan pemeriksaan kembali atas LHP yang sebelumnya telah diberi opini wajar tanpa pengecualian oleh BPK sendiri patut diragukan kewajarannya terlebih pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Itu dilakukan atas penyelenggaraan keuangan daerah tiga tahun sebelumnya yakni 2019, 2020 dan 2021 yang telah diberi predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK sendiri.
“Pertanyaan mendasar mesti dijawab dengan terbuka oleh Kepala BPK Perwakilan Maluku Utara adalah apa alasan mendasar pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas LHP tiga tahun sebelumnya, apakah hanya sekadar memeriksa kepatuhan penggunaan keuangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undang atau tidak, ataukah PDTT dalam bentuk pemeriksaan inversitatif?” cecar Dade.
“Bukankah pemberian opini wajar tanpa pengecualian adalah kesimpulan kelembagaan yang merupakan pernyataan profesional berdasarkan pada standar baku yang telah ditentukan? Jika ada keraguan terhadap integritas para auditor, bukankah pembinaan internal adalah cara paling tepat,” sambungnya.
Ia sungguh meragukan alasan dan tujuan serta kewajaran PDTT yang dilakukan kepala BPK Perwakilan Maluku Utara kali ini. Oleh karena aparat pemeriksa yang diterjunkan bukanlah para auditor organik yang bertugas di BPK Perwakilan Maluku Utara, melainkan didatangkan dari luar yang patut dicurigai membawa pesan dan misi tersendiri, sehingga gelagatnya mulai nampak dari proses yang sedang berjalan saat ini.
Lebih lanjut, Dade menambahkan, PDTT kali ini benar-benar meluluhlantakkan kredibilitas lembaga pemeriksa serta para auditornya, juga mengonfirmasi asumsi yang sudah umum beredar bahwa opini WTP adalah proyek transaksional, bukan kerja profesional.
“Satu catatan penting yang menjadi perhatian kita semua adalah saat setiap orang yang datang ke Maluku Utara terlebih mereka yang punya otoritas selalu saja menjadikan tambang dan perusahaan tambang adalah mainan utama. Oleh karena itu, keadaan ini (PDTT) mesti diawasi dengan baik. Jangan sampai membawa misi terselubung dari tangan-tangan yang tidak nampak, yakni kepentingan para cukong tambang, dan sekali lagi saya katakan gelagatnya mengarah ke situ,” tandasnya. (tan)