Opini  

Catatan ICMI Orwil Maluku Utara: Perbaiki Pembangunan Maluku Utara 2023

Oleh: Dr. Kasman Hi. Ahmad (Ketua ICMI Orwil Maluku Utara)

PEMBANGUNAN Maluku Utara sepanjang tahun 2022 harus diakui, memang mengalami perkembangan yang dinamis. Namun juga harus diakui, berbagai persoalan juga ikut mewarnainya pembangunan Maluku Utara. Harus diakui, dinamika sosial ekonomi politik Maluku Utara telah memberi nutrisi dan energi bagi perjalanan pemerintahan dan daerah ini untuk kembali menjahit harapan-harapan di tahun – tahun berikutnya. Pemerintah daerah harus dapat belajar dari berbagai kekurangan, di tengah waktu yang tersisa dua tahun. Pemerintah daerah Maluku Utara dibawah kepemimpinan K.H. Abdul Gani Kasuba dan Al Yasin Ali setidaknya harus meninggalkan jejak legacy yang baik untuk dicatat generasi mendatang. Bukan meninggalkan “amanat” catatan buruk.

Berangkat dari berbagai pengalaman yang telah menguras energi dan pikiran, Dr. Kasman Hi, Ahmad, M.Pd selaku Ketua ICMI Orwil Maluku Utara menyatakan, berbagai kekeliruan tak boleh diulang karena akan membunuh masa depan dan harapan masyarakat Maluku Utara yang lebih baik. Untuk itu, menemukan kembali Maluku Utara ke depan yang lebih beradab, demokratis, dan mandiri tidak harus mengulang caracara lama. Maluku Utara secara khusus akan segera memasuki tahun politik, dengan demikian, tata kelola politik dan pemerintahan sudah harus diterjemahkan dalam ruangruang konkrit yang lebih adil, yang memudahkan setiap orang untuk bisa saling mengawasi.

Suatu pemerintahan, menurut pandangan Ignas Kleden (2003) hanya bisa bersikap terbuka kalau dia relatif bersih (karena pemerintahan yang tidak bersih akan berusaha sekuat tenaga menutupi pola laku penyelewengan yang dilakukan), sementara untuk menjadi bersih dia harus terbuka terhadap kontrol dan kritik. Dilema ini dicoba dipecahkan dengan tidak meminta birokrasi untuk menjadi lebih bersih tetapi dengan memaksanya menjadi lebih terbuka.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, ICMI Orwil Maluku Utara menilai, bahwa glorifikasi terhadap Maluku Utara atas berbagai lompatan yang dilalui telah menarik perhatian masyarakat Indonesia. Tahun 2017 lalu, Maluku Utara dinobatkan oleh BPS sebagai provinsi dengan Indeks Kebahagiaan tertinggi di Indonesia dengan skor 75,68. Indeks ini diukur dengan 3 metode : Dimensi Kepuasan Hidup (life satisfaction), di mensi ini dibagi menjadi dua sub dimensi, yaitu : personal dan sosial; Dimensi Perasaan (affect); dan Dimensi Makna Hidup (eudaimonia). Tahun 2021, oleh BPS Maluku Utara kembali berada pada urutan pertama sebagai provinsi paling bahagia dengan skor 76,34. Lalu di tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara melenting tinggi 27,74% secara tahunan (year on year/yoy) yang banyak dinilai berbagai pihak dan bahkan Presiden Joko Widodo sendiri menyatakan Maluku Utara memiliki pertumbuhan tertinggi di dunia. Jadi, klop-lah sudah, wilayah paling bahagia dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Tapi justru disinilah persoalannya.

Karena itu, ICMI Orwil Maluku Utara menilai, tingginya pertumbuhan ekonomi diikuti dengan tingkat kebahagiaan justru makin memberikan beban berat bagi Maluku Utara di masa depan. Betapa tidak, dengan indikator-indikator yang menggiurkan itu setidaknya akan memberikan gambaran ideal bagi masyarakat Maluku Utara, karena dapat menghasilkan pekerjaan yang cukup dan bermartabat; makin menopang hadirnya sikap tenggang rasa, makin mengecilkan kesenjangan, kemiskinan, ketidakadilan; menguatkan akar tradisi lokal dan nilai-nilai budaya lokal, serta tidak menghancurkan lingkungan alam.

Namun yang terjadi sebaliknya, dan ini persis sebagaimana diingatkan UNDP di tahun 1997, bahwa pembangunan itu bersifat : tidak menghasilkan pekerjaan yang cukup dan bermartabat (jobless); Kejam, karena semakin menambah kesenjangan, kemiskinan, ketidakadilan (ruthless); tidak mengakar di masyarakat, justru memantapkan dominasi dari luar, mencerabut akar tradisi lokal dan nilai-nilai budaya lokal (rootless); tidak mendengarkan aspirasi rakyat, kurang demokratis dan partisipatif (voiceless); dan menghancurkan lingkungan alam (futureless). Hal ini terjadi karena di Maluku Utara perlahan-lahan mulai tumbuh akumulasi modal dan eksploitasi bahan material yang tanpa disadari mulai mendegradasi kualitas lingkungan. Tentang hal ini, benar apa yang diungkapkan ekonom David Korten, yang mengatakan : “Pendekatan pembangunan yang hanya berorientasi pertumbuhan telah menghasilkan tiga krisis besar, yaitu : kekerasan, kemiskinan dan kehancuran lingkungan” (Korten, 2006).

Implikasi semua itu memberikan daya dorong yang begitu lemah. Perhatikan Hasil survei Dewan Pers yang terkait Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2022, Provinsi Maluku Utara (Malut) memiliki nilai 69,86 atau masuk kategori “Agak bebas”. Di mana angka itu turun dibanding IKP tahun 2021 yaitu 68,32, yang menempatkan posisi Maluku Utara pada posisi 34 dari 34 provinsi secara nasional. Demikian halnya Indeks Kemerdekaan Informasi Publik (IKIP) Maluku Utara tahun 2021 memperoleh nilai 63,19, dan berada pada urutan 32 dari 34 provinsi. Hasil IKIP 2021 dengan basis data tahun 2020, merupakan potret pelayanan informasi publik di Maluku Utara sebagai implementasi UU No. 14/2008. Di tahun 2022, IKIP Maluku Utara justru terburuk dengan nilai 58,49 dan berada pada urutan 34 dari 34 provinsi secara nasional, yang berarti dukungan pemerintah secara eksternal masih kurang.

Pada sisi lain, ICMI Orwil Maluku Utara menilai tata kelola pemerintahan belum sepenuhnya memberikan kepuasan yang lebih baik bagi masyarakat Maluku Utara secara merata. Aksi sejumlah tenaga kesehatan di akhir tahun 2022 tentang belum maksimalnya pembayaran hak-hak mereka, juga belum dibayarnya tunjangan para guru melalui dana BOS, serta berbagai layanan yang butuh keseriusan pemerintah daerah, seolah jauh panggang dari api. Ini menunjukkan indikasi bahwa roda birokrasi pemerintahan Maluku Utara dikelola oleh aparatur birokrasi yang tidak profesional dan tidak memiliki niat tulus memajukan Maluku Utara. Ini harus menjadi perhatian serius di tahun-tahun mendatang bila wajah layanan birokrasi Maluku Utara hendak diperbaiki.

Memikirkan dan menemukan kembali Maluku Utara ke depan yang lebih baik sudah harus menanggalkan berbagai persepsi keliru yang hanya berdasar pada determinasi penempatan aparatus. Maluku Utara ke depan sudah harus dikelola menjadi mimpi besar (big dream), yang di sana, mimpi-mimpi itu akan diubah menjadi sebuah cita-cita, cita-cita diubah menjadi berfikir keras, dan berfikir keras diubah menjadi kolaborasi, bekerja bersama yang kemudian diubah menjadi keberhasilan. Menurut Dr. Kasman Hi. Ahmad, M.Pd, tanpa mimpi, harapan, gagasan besar, dan niat tulus, Maluku Utara hanya akan menjadi bagian belakang dari sejarah yang terpuruk yang hanya selalu diwarnai prasangka dan pertentangan pilihan (politik), Pembangunan Maluku Utara di tahun 2023 harus diperbaiki, direncanakan dengan lebih baik lagi sebagai legacy bagi generasi mendatang. Maluku Utara sudah harus menghasilkan lapangan pekerjaan yang cukup dan bermartabat; mendorong dan menopang hadirnya sikap tenggang rasa, makin mengecilkan kesenjangan, kemiskinan, ketidakadilan; menguatkan akar tradisi lokal dan nilai-nilai budaya lokal; serta yang utama tidak menghancurkan lingkungan alam Maluku Utara yang kaya dan indah ini. []