Hukum  

Pemkot Ternate Dianggap Lalai Bayar Eks Kediaman Gubernur, KPK Diminta Usut

Muhammad Konoras

TERNATE, NUANSA – Pembelian lahan eks kediaman Gubernur Maluku Utara di Kelurahan Kalumpang, Kecamatan Ternate Tengah, masih menjadi polemik. Ketua Peradi Kota Ternate, Muhammad Konoras angkat bicara menyikapi dihentikannya penyelidikan dugaan korupsi anggaran pembelian lahan eks kediaman Gubernur oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ternate.

Menurutnya, pembelian lahan yang anggarannya menggunakan APBD yang dilakukan Pemkot Ternate apakah murni tindak pidan korupsi yang harus diproses secara benar. Sebab, lahan tersebut sudah dibayar oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Utara yang sekarang Kabupaten Halmahera Barat in casu Panitia Pembebasan tanah saat itu.

Konoras mengatakan, Pemerintah Kota Ternate tidak memahami makna Putusan Perkara Perdata nomor : 10 /Pdt. G/2011/ PN. Ternate yang diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung RI, sehingga Pemkot Ternate menganggap itu sebagai milik Noke Yapen. Padahal, amar putusan Pemgadilan Negeri Ternate berbunyi gugatan penggugat tidak dapat diterima karena penggugat tidak menarik panitia pembebasan tanah sebagai pihak dalam perkara tersebut atau dalam tertib hukum acara disebut gugatan kabur karena kurang pihak.

“Itu berarti putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor. 10 /PDT. G/ 2011 / PN. Ternate tersebut belum  menetapkan bahwa tanah tersebut sudah menjadi milik sah Noke Yapen. Karena dalam kenyataannya SHM dengan logo Bola Dunia tersebut tidak berlaku lagi, sementara Noke Yapen secara hukum tidak mengganti blangko baru sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Agraria,” jelasnya pada Nuansa Media Grup (NMG).

Bagi dia, semestinya Pemkot Ternate belum bisa melakukan pembayaran kepada Noke Yapen, karena belum ada putusan sah yang menyatakan bahwa tanah itu adalah milik Noke Yapen. Dan, sepatutnya Pemkot Ternate harus menyarankan kepada Noke Yapen untuk memastikan haknya melalui gugatan baru sampai putusan benar-benar menyatakan tanah objek sengketa adalah milik sah Noke Yapen.

Lanjut Konoras, pembayaran yang dilajukan oleh Pemkot Ternate adalah sebuah kesalahan besar yang patut diuji di KPK. Bisa saja Noke Tapen hanya menguasai SHM saja karena pada saat itu Pemda Maluku Utara belum menarik Sertifikat yang ada pada Noke Yapen seteleh dibayar. Karena fakta dipersidangan saat itu tanah sehamparan dengan Noke Yapen sudah ada ganti rugi atas pembebasan masa Noke Yapen tidak dibayar padahal Noke Yapen pada saat itu ada di situ juga.

“Jadi terhadap kasus ini saya yakin pembayaran itu tidak sah atau bayar doble atau bayar salah orang. Dan, karena itu saya minta DPRD Kota Ternate untuk melakukan Pansus menyelidiki kasus salah bayar ini dan saya akan menyurat kepada pimpinan dewan untuk rapat dengar pendapat dengan pihak pihak terkait untuk memastikan pembayaran itu sah atau tidak. Saya yakin pembayaran tanah eks rumah Gunernur itu adalah salah sasaran dan ada mark up,” tutupnya. (rii)