JAILOLO, NUANSA – Akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Nofrizal Amir, menilai kinerja DPRD Kabupaten Halmahera Barat tidak menunjukkan geliat yang bagus. Bahkan, fungsi pengawasan hanya sebatas lip service atau basa-basi semata.
Hal seperti ini bukan tanpa dasar. Lihat saja, hasil kunjungan Komisi III DPRD Halbar di lapangan terkait pengerjaan proyek yang berasal dari anggaran pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dianggap bermasalah, tetapi tidak ditindaklanjuti secara serius.
“Pengawasan anggota DPRD Halbar dari partai oposisi selain Demokrat dan NasDem begitu tumpul, seperti yang terlihat jalan yang berada di depan kantor DPRD Halbar dan juga disamping bangunan kantor tersebut rusak parah, tetapi dari 20 anggota partai oposisi lebih memilih diam dan cuek untuk bersuara,” ujar Nofrizal kepada Nuansa Media Grup (NMG), Rabu (4/1).
Selain itu, wacana pembentukan panitia khusus (Pansus) yang digaungkan untuk mengawasi proyek PEN pun kelihatan hanya gertakan saja. Bahkan Pansus yang telah dibentuk di tahun 2022 lalu untuk menelusuri data kepegawaian dan aset daerah, hingga kini tidak terdengar lagi kinerjanya sudah sampai di mana.
Akademisi Program Studi Ilmu Komunikasi ini juga berkata, bahwa hal serupa ditunjukkan DPRD dalam menyikapi kinerja SKPD, seperti perubahan bentuk mobil Dinas Kesehatan dan juga adanya indikasi pejabat di birokrasi yang status kepegawaiannya masih dari luar daerah dan banyak masalah lainnya. Semua itu hanya berakhir melalui komentar panjang lebar di media massa tanpa ditindaklanjuti secara kongkrit.
Di sisi lain, Nofrizal menambahkan, dokumen APBD Perubahan 2022 yang ditolak oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara karena alasan keterlambatan waktu yang berakhir pada terbitnya Peraturan Kepala Daerah (Perkada), tentu mencoreng wajah institusi DPRD Halbar. Sebab fungsi legislasi DPRD tak lagi berlaku dalam APBD-P 2022.
Mirisnya lagi, tahun ini Halbar tidak mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) alias nol. Ditambah lagi RSUD Jailolo dan beberapa OPD lainnya tidak mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK). Karena itu, terlepas dari buruknya pemerintahan Bupati Halbar James Uang dan Wakil Bupati Djufri Muhammad yang membawa Halbar pada titik terendah seperti saat ini, tentu posisi DPRD selama ini pun patut dipertanyakan.
“Laporan kinerja DPRD sampai sejauh ini publik belum tahu seperti apa dan bagaimana cara mengaksesnya. Sistem komunikasi dan informasi institusi sebesar DPRD yang tak jelas, membuat publik kekurangan informasi untuk dijadikan bahan diskursus bagi daerah,” tuturnya.
Kata dia, publik mengetahui kerja DPRD hanya sebatas mendesak, RDP dan RDP, rekomendasi habis rekomendasi, Pansus satu berganti Pansus satu. Sedangkan hasilnya tak jelas dan kabur. DPRD begitu pasif, hanya menunggu aduan masyarakat. Sebab pemetaan dan konsolidasi aspirasi masyarakat hanya terbatas dilakukan secara formal, yakni reses.
“Hasilnya, aspirasi masyarakat dimaknai hanya sebatas distribusi viar, jaring ikan, oven, jalan setapak, dan perahu katinting. Untuk itu, masyarakat harus meminta pertanggungjawaban setiap anggota DPRD secara hukum maupun moril. Secara hukum, apakah anggota DPRD telah melanggar sumpah sebagai wakil rakyat ataukah tidak. Sedangkan secara moril, apakah anggota DPRD Halbar saat ini harus dipertahankan ataukah tidak dipilih kembali pada momentum Pileg 2024, karena dianggap tidak lagi beramanah,” tandasnya. (adi/tan)