Hukum  

Iskandar: UU PPSK Bertentangan dengan Aturan KUHAP

Iskandar Yoisangadji.

TERNATE, NUANSA – Praktisi Hukum, Iskandar Yoisangadji, menilai Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) bertentangan dengan aturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut Iskandar, aturan yang memberikan kewenangan penuh kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan penyelidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan harus ditelaah kembali. Sekalipun Undang-undang tersebut dimaknai sebagai Undang-undang khusus, tetapi berkaitan dengan perihal penyidikan tidak boleh hanya dapat dilakukan oleh OJK.

“Jika demikian, maka institusi OJK merupakan “penyidik tunggal” dan ini bertentangan dengan KUHAP. Kenapa demikian, karena dalam pasal 6 KUHAP menjelaskan penyidik ialah, a. pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia, b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU,” katanya, Minggu (8/1).

Akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) ini menerangkan, pasal 7 ayat (2) KUHAP menyatakan, penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.

“Artinya selain penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia, terdapat juga penyidik pejabat Pegawai Negeri Sipil. Meskipun Undang-undang khusus UU PPSK mengatur terkait dengan kedudukan OJK sebagai penyidik tetapi tidak berarti harus dimaknai “penyidik tunggal” dengan frasa “hanya dapat” dilakukan oleh OJK. Ini keliru,” jelasnya.

Menurutnya, norma tersebut harus direvisi. Mestinya OJK disebut sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai wewenang sebagaimana (UU PPSK) yang dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Itu maksud dari pasal 7 ayat (2) KUHAP. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya berada di bawah koordinasi penyidik Polri dan di bawah pengawasan penyidik Polri.

“Ketentuan ini memberikan batasan sekaligus memberikan makna secara subtantif penyidikan itu melekat pada penyidik Polri. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan petunjuk kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan, ini diatur dalam pasal 107 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP,” tuturnya.

Ayat selanjutnya menyatakan, dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana sedang dalam penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan kemudian ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, Penyidik Pegawai Negeri Sipil melaporkan hal itu kepada penyidik Polri.

“Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, ia segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri. Dengan demikian UU PPSK tidak boleh dalam pengaturannya menyimpang dari KUHAP. UU PPSK tidak boleh mengatur kalau institusi OJK-lah yang “hanya dapat” melakukan penyidikan dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan. Meskipun kehadiran UU PPSK memberikan semangat penguatan kepada institusi OJK, tetapi tetap harus mempedomani KUHAP,” pungkasnya. (ano/tan)