LABUHA, NUANSA – Keputusan Bupati Halmahera Selatan, Maluku Utara, Usman Sidik, dinilai inprosedural atas hasil keputusan Pilkades Halsel tahap II tahun 2022, sebagaimana dalam perihal pengumuman Nomor: 140/079/1/2023 tentang daftar hasil putusan pemilihan kepala desa gelombang kedua Kabupaten Halmahera Selatan Tahun 2023.
Tanggapan atas polemik ini pun bermunculan dari berbagai kalangan. Kali ini giliran Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Halmahera Selatan, Hud Hi Ibrahim, angkat bicara. Menurutnya, pemerintahan Usman-Bassam tidak beretika dan amburadul. Ini karena keputusan Bupati Usman dinilai inprosedural dan tendensi politik. Di mana dalam keputusannya, kades yang terpilih melalui keputusan panitia desa, kalah dalam keputusan Bupati (panitia kabupaten). Ironisnya, kandidat yang kalah di desa, justru menang di kabupaten.
“Saya tidak habis pikir dengan keputusan Bupati Usman Sidik, ini lucu. Kandidat yang menang melalui keputusan panitia di tingkat desa, harus kalah di tingkat kabupaten melalui keputusannya. Dan kandidat yang kalah di desa, menang di kabupaten. Pemerintahan Usman-Bassam ini terlihat tidak beretika dan amburadul,” katanya kepada Nuansa Media Grup (NMG), Selasa (10/1).
Mantan anggota DPRD Halsel ini menuturkan, keputusan Usman tersebut justru berpotensi memecah belah masyarakat desa dan mengundang reaksi perkelahian antar masyarakat setempat. Lihat saja, kisruh ini sudah terjadi di desa Lalubi, Kecamatan Gane Timur, Halmahera Selatan, pada Selasa (10/1) malam.
“Desa Lalubi itu baru satu contoh, sudah membuat gerakan protes dengan membakar ban mobil dan poster baliho Bupati di depan kantor desa, yang videonya lagi viral beredar hari ini. Bagaimana dengan desa-desa lain nanti yang kandidatnya menang di desa, tetapi kalah di kabupaten,” ujarnya.
Hud mengatakan, tindakan masyarakat tersebut, akibat dipicu dari keputusan Bupati Usman dan sistem pemerintahannya yang amburadul dan salah kaprah dalam menegakkan aturan dan keadilan masyarakat.
“Pemerintahan Usman-Bassam tidak memiliki landasan birokrasi yang baik dan menjadi tontonan buruk bagi publik. Bupati sendiri menabrak aturan dan tidak bisa menegakkan keadilan bagi masyarakat,” katanya.
Hud menilai, keputusan Bupati Usman tidak menggambarkan sistem penerapan aturan perundang-undangan dengan baik pada konteks sengketa Pilkades. Justru keputusanya melahirkan gejolak masyarakat dan menabrak aturan.
“Justru Bupati sendiri yang menabrak aturan dan tidak mampu menerapkan dengan baik sesuai prosedurnya. Seakan-akan mengkabiri hak kandidat yang terpilih,” tutur mantan Ketua KPU Halsel ini.
Lebih lanjut, Hud menyarankan seharusnya pemerintahan Usman-Bassam menjadi pembedah dan lebih baik dari pemerintahan yang lain di Provinsi Maluku Utara, yang kebijakan dan keputusannya beriorentasi pada keadilan masyarakat, bukan justru lebih buruk dan tidak beretika seperti ini.
“Sebagai partai koalisi Usman-Bassam pada Pilkada 2020 lalu, kami memiliki beban moral dan etika politik masyarakat, sehingga bagi saya yang dilakukan Bupati Usman, sudah jauh dari harapan masyarakat. Dan ini tugas Demokrat untuk mengawal setiap kebijakan dan keputusan Bupati yang salah dan tidak beretika,” katanya.
Sementara, Wakil Bupati Halsel, Hassan Ali Bassam Kasuba saat dikonfirmasi tidak merespon, hingga berita ini ditayangkan.
Sekadar diketahui, sejumlah desa yang kandidatnya menang sesuai keputusan panitia tingkat desa dan kalah di kabupaten, yakni Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan, Desa Lata-lata Kecamatan Kasiruta Barat, Desa Pasimbaos Kecamatan Botang Lomang, Desa Loid Kecamatan Bacan Barat Utara, Desa Belang-belang Kecamatan Bacan dan Desa Lalubi Gane Timur. (rul/tan)