TERNATE, NUANSA – Sebagai salah satu daerah penghasil tambang, Provinsi Maluku Utara justru mendapat dana bagi hasil (DBH) dari pusat sedikit.
Di mana setiap tahunnya Pemerintah Provinsi Maluku Utara mendapat alokasi DBH di sektor tambang sebesar 16 persen, sementara kabupaten/kota penghasil tambang 30 persen. Hal ini tentu dirasa sangat sedikit dan tidak berbanding dengan produksi perusahaan pertambangan di Malut.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku Utara (Malut), Ahmad Purbaya mengatakan, pihaknya akan berupaya memperjuangkan DBH sektor pertambangan ini ke pusat. Sebab selama ini pembagian DBH sektor pertambangan dari pusat ke provinsi dan kabupaten/kota sangat tidak adil bagi daerah-daerah penghasil tambang.
Sehingga itu, pihaknya melakukan rapat koordinasi (Rakor) DBH yang dilakukan Pemprov daenga kabupaten/kota yang dilaksanakan di Resto Red Star Ternate pada Senin (9/1) itu dengan tujuan memperjuangkan DBH.
“Kita akan memperjuangkan DBH, karena selama ini kita merasa tidak sesuai dengan hasil tambang Maluku Utara. Kemudian kita ingin perubahan regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat agar direviu kebijakannya, sehingga lebih diuntungkan pemerintah provinsi sebagai penghasil tambang,” kata Purbaya, Selasa (10/1).
Ia mengungkapkan, pertemuan dengan kabupaten/kota ini hasilnya akan dikonsultasikan ke DPRD Provinsi dan DPR RI komisi XI, kemudian mengajak provinsi-provinsi penghasil tambang untuk bersatu dalam rangka perubahan regulasi. Dengan begitu, bisa berpihak ke provinsi penghasil tambang.
“Jadi ini masih ada tahapan-tahapan yang kita lakukan. Artinya kita proses tapi secara elegan bagaimana caranya, karena inti permasalahan di daerah itu adalah uang. Kita kekurangan duit untuk membiayai pembangunan kita yang begitu besar. Apalagi model provinsi kita adalah kepulauan, tentunya butuh dana yang besar untuk bisa menyentuh setiap wilayah,” tandasnya.
Ia bilang, Pemerintah Provinsi akan bersama-sama mendudukkan data hasil produksi pertambangan dengan Kementerian ESDM.
“Jadi nanti kita lihat di mana ketidaksesuaian data itu akan kita sesuaikan. Kalau memang data kita sesuai, maka mohon diterima untuk diperbaiki. Jadi esensinya kita perbandingkan data dengan kementerian,” jelasnya.
“Sebenarnya sumber data ada di kabupaten/kota, dan kita di provinsi hanya koordinator. Untuk itu diharapkan bersama-sama sampaikan permasalahan ini di kementerian,” sambungnya menutup. (ano/tan)