TERNATE, NUANSA – Sejumlah proyek fisik di Kota Ternate yang melekat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Ternate, terpaksa dilakukan adendum waktu. Pasalnya, hingga akhir 2022, pihak rekanan tidak mampu merampungkan proyek tersebut sesuai ketentuan kontrak.
Akibatnya, proyek yang masa kontraknya berakhir di 2022 harus terbawa hingga ke 2023. Hal tersebut dilontarkan Komisi III DPRD Kota Ternate saat melakukan kunjungan kerja di sejumlah kegiatan fisik Pemerintah Kota Ternate.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Ternate, Fahri Bachdar, mengatakan sejumlah program fisik yang terbawa di tahun 2023 untuk dilanjutkan, yakni di Bidang Bina Marga PUPR, di mana ada pekerjaan jalan menuju makam Sultan Baabullah di Foramadiahi. Kini progres pekerjaannya hanya 80 persen, sementara 20 persennya terbawa di 2023.
Kemudian di Bidang Bangunan dan Gedung juga terdapat dua pekerjaan fisik, yakni rehab rumah dinas Wali Kota dengan pagu sebesar Rp 700 juta lebih dan penyusunan dokumen kajian teknis kantor Wali Kota dengan pagu Rp 300 juta. Proyek tersebut juga tidak selesai dan masuk luncuran pada 2023.
“Inikan disayangkan, apalagi pekerjaan ini punya adendum. Berarti secara otomatis ada denda yang dibayar pihak pemenang tender dengan hitungan perhari sesuai volume,” kata Fahri kepada wartawan, Rabu, (11/1).
Selain itu, ada juga proyek penataan pedestrian kawasan kuliner di belakang Jatiland Mal Ternate yang belum rampung. Proyek itu sesuai kontrak yang dikerjakan selama 40 hari, di mulai sejak November dan jatuh tempo pada 31 Desember 2022. Namun, karena belum selesai, maka dilanjutkan lagi di tahun 2023, terhitung mulai awal Januari hingga Februari dengan hitungan adendum.
“Untuk pekerjaannya dibagi dua segmen, pada segmen satu dengan nilai Rp 857 juta dari pagu anggaran sebesar Rp 2,7 miliar. Sedangkan di segmen dua dari kontrak Rp 2,6 miliar dilanjutkan ke tahun 2023 sebesar Rp 824 juta,” jelasnya.
“Pekerjaan ini juga belum selesai, akhirnya kontraktor saat ini bekerja dengan adendum senilai Rp 7,7 juta per hari. Dalam satu hari nilai keterlambatannya dihitung denda Rp 11.000 per milimeter dan dipotong PPn 11 persen. Itu baru satu pekerjaan di belakang Jatiland Mal yang dihitung adendum, belum kita hitung semua pekerjaan yang lain,” sambungnya.
Lebih lanjut, Politikus PPP ini menerangkan, semakin lama keterlambatan adendum, maka semakin banyak pula denda yang harus dibayar pihak kontraktor. Karena itu, ia menegaskan pihak rekanan harus segera menyelesaikan proyek pedestrian tersebut.
“Apabila di kemudian hari kedapatan hasilnya kurang baik, tentu pihak yang terlibat pada proyek tersebut akan dipanggil dan dimintai penjelasan,” tegasnya.
Sembari menambahkan, proyek yang diadendum tetap harus dibayar oleh kontraktor sebagai pemenang tender. Apalagi perpanjangan waktu pekerjaannya dibatasi sampai 20 Februari mendatang. Namun begitu, pekerjaannya berjalan sesuai dengan adendum yang dihitung dan ini sudah masuk 11 hari jika dikali Rp 7,7 juta, maka pembayaran denda sudah Rp 84,7 juta. (udi/tan)