Hukum  

Akademisi Desak KPK Usut Dugaan Korupsi Dana Bansos di Pemprov Malut

Abdul Kadir Bubu.

TERNATE, NUANSA – Satu demi satu ruang gelap dana bantuan sosial (Bansos) perlahan mulai terang. Pasalnya, dana bansos yang dikelola ormas dengan nilai Rp 26 miliar itu diduga melibatkan beberapa instansi pemerintah di lingkungan Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut diungkapkan akademisi Universitas Khairun, Abdul Kadir Bubu. Menurutnya, hal itu teridentifikasi dari profil organisasi penerima dana bansos, model pencairan dana di Bank serta model pengelolaan anggaran oleh organisasi penerima.

“Memang sebagian organsiasi penerima dana bansos adalah organisasi yang sudah lama terbentuk, namun tidak sedikit organisasi penerima merupakan organsiasi yang baru terbentuk di tahun 2022 yang secara prosedural tidak tepat mendapatkan bansos di tahun yang sama,” kata Abdul Kadir kepada Nuansa Media Grup (NMG), Selasa (17/1).

Dalam konteks ini, kata dia, patut diduga ada keterlibatan instansi pemerintah terkait seperti Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Maluku Utara, karena lembaga ini yang memberi legalisasi dan legitimasi kepada masing-masing organisasi penerima bansos, mulai dari awal pembentukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar (SKT) kepada organisasi, verifikasi profil organisasi penerima bansos hingga penentuan kelayakan organisasi penerima bansos. Badan ini yang menerima semua proposal organisasi penerima bansos yang menjadi masalah saat ini. Karena itu, patut diduga turut terlibat dalam pusaran arus dana bansos tersebut.

Selain itu, dari model pencairan anggaran dari Bank BPD Maluku-Malut kepada organsasi penerima juga patut diduga ada keterlibatan Kepala Badan Keuangan Provinsi Maluku Utara. Oleh karena saat pencairan anggaran yang jumlahnya Rp 500 juta dan Rp 600 juta perlembaga itu, Bank menetapkan mekanisme pencairan bertahap, tidak sekaligus sesuai dengan besaran dana tersebut. Namun, dari informasi organisasi penerima bansos, dana tersebut dicairkan sekaligus oleh Bank kepada organisasi penerima tanpa mekanisme pencairan bertahap sebagaimana mekanisme yang ditetapkan pihak Bank. Oleh karena pengurus organisasi penerima menyampaikan pihak Bank bahwa perintah Kaban Keuangan kalau anggaran bansos harus dicairkan sekaligus.

“Dalam konteks ini sekali lagi saya katakan bahwa patut diduga Kaban Keuangan Provinsi juga turut terlibat di dalamnya.
Setelah pencairan dana oleh organisasi penerima melalui Bank Maluku-Malut, maka proses selanjutnya adalah pembagian jatah dengan model belah semangka. Di mana, lima puluh persen dari anggaran tersebut diserahkan kepada pengumpul dengan asumsi bahwa dana tersebut akan diserahkan kepada oknum anggota DPRD Provinsi Malut sebagai perencana dan pengatur dana bansos, Kepala Badan Keuangan, Kesbangpol, Inspektorat Provinsi dan BPK perwakilan Provinsi Maluku Utara. Dengan harapan bahwa organisasi penerima bakal aman dari pemeriksaan badan pemeriksa internal maupun eksternal dan akan mendapatkan bantuan dana bansos di tahun 2023 dengan jumlah dua kali dari jumlah sebelumnya,” jelasnya.

Dari potongan anggaran tersebut, lanjut dia, belum termasuk jatah para pengumpul. Karena itu, pengumpul harus mengambil lagi bagian organisasi penerima, sehingga organisasi penerima nyaris hanya mengelola dana kurang lebih 30 persen yang laporannya harus dibuat penuh sebagaimana anggaran yang diterima dari Bank.

“Dalam korteks ini, saya menegaskan bahwa dana Rp 26 miliar bukanlah jumlah yang sedikit, sehingga harus diusut secara tuntas penggunaannya oleh penegak hukum, baik itu Polisi maupun Jaksa, bila perlu KPK. Dan saya dalam soal ini berpandangan bahwa lebih tepat ditangani KPK, agar semua yang terlibat bisa terjerat. Jangan sampai hanya mengorbankan organisasi penerima dan membiarkan para pengatur berkeliaran,” tegas kandidat Doktor Hukum Administrasi Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.

“Saya tahu persis bahwa saat ini para pengatur terutama oknum tertentu di DPRD Provinsi Malut yang punya relasi langsung dengan pengumpul mulai membangun alibi bahwa mereka tidak pernah terlibat apalagi mengarahkan pemotongan. Namun, masalah ini terlalu terbuka bahkan telanjang, sehingga apapun alibi-nya mesti diuji dengan proses hukum agar semuanya jelas di sana,” sambungnya menutup. (tan)