TERNATE , NUANSA – Langkah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Linmas Kota Ternate menanggulangi kenakalan remaja di Kota Ternate patut diapresiasi. Namun begitu, ada tindakan OPD yang dipimpin Fandi Mahmud itu dianggap berlebihan dengan menggunakan cara mengeksploitasi terduga pelaku yang melakukan perilaku menyimpang, terutama anak di bawah umur (pelajar).
Atas dasar itu, anggota Komisi III DPRD Kota Ternate, Nurlaela Syarif angkat bicara. Ia mencermati tindakan Fandi Mahmud yang kerap memosting video terduga pelaku di setiap story WhatsApp-nya dinilai melanggar hak perlindungan ataupun privasi anak.
Menurut dia, Fandi pada saat melaksanakan penertiban (razia), mestinya lebih mengedepankan etika, baik itu terhadap media massa, media sosial, maupun kerahasiaan instansi.
“Pihak Satpol PP ini kan seperti layaknya penegak hukum. Di kepolisian saja, dalam melakukan razia atau penindakan hukum dan jika pelakunya anak di bawah umur, mereka jarang bahkan tidak ada sama sekali dipublikasi secara masif,” ujar Nurlaela.
Ia mengaku perihal tersebut sudah diwanti-wanti berulang kali. Komisi III secara kelembagaan bahkan sudah menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi terkait dengan kenakalan remaja yang melibatkan anak di bawah umur yang notabenenya masih usia perlindungan tidak boleh diumbar.
“Yang kita takutkan jangan sampai diartikan negatif. Kalau demikian, sudah pasti ada bullying (penindasan) di situ. Jika sudah dijustis sebagai pelaku, dengan sendirinya tertanam bahwa perilaku menyimpang adalah hal-hal biasa. Kemudian boleh jadi pembenaran karena sudah terbiasa di-justifikasi akibat sanksi sosial yang diterima. ini yang kita hindari,” katanya.
“Secara sosial oleh masyarakat bisa mengganggu mental dan psikis. Mereka akan merasa kebal dengan perbuatan-perbuatan menyimpang yang dampaknya berkepanjangan. Dari usia anak, remaja, dan setelah dewasa nanti perilaku-perilaku semacam ini tertanam di diri mereka. Ini yang kami di Komisi III khawatirkan. Karena itu, kami imbau kepada semua pihak, khusus untuk Satpol PP Kota Ternate untuk tidak mempublikasi foto, video, atau identitas yang gampang dilacak (termasuk seragam sekolah) saat terjaring razia,” sambungnya.
Srikandi NasDem ini menambahkan, Fandi bisa saja dikenai sanksi apabila terus-terusan mengunggah para terduga pelaku menyimpang di sosial media. Pihak keluarga pelaku (korban) dapat menagih dan menuntut hak kepada pihak-pihak yang secara sengaja mengeksploitasi ruang publik anak. Karena itu ada undang-undangnya.
“Sekali lagi kami tekankan, mari kita bersama-sama jaga dalam hal konteks perlindungan dan melindungi identitas anak, baik itu sebagai korban maupun sebagai pelaku. Konteks kenakalan remaja tidak diperkenankan lagi dilakukan eksplor secara vulgar,” imbuhnya. (ano/tan)