Hukum  

Temuan BPK, 8 Paket Proyek Dinas PUPR Malut Diduga Bermasalah

Ilustrasi.

SOFIFI, NUANSA – Proyek ambisius percepatan pembangunan jalan yang melekat pada Dinas PUPR Provinsi Maluku Utara meninggalkan lubang. Itu setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Malut menemukan adanya sejumlah masalah, salah satunya kekurangan volume pekerjaan.

Proyek delapan paket belanja modal jalan irigasi jaringan (JIJ) yang menggunakan pinjaman dari PT SMI itu terdapat kekurangan volume dan tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp 117 miliar lebih.

Temuan itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepatuhan atas perencanaan anggaran dan belanja modal tahun 2021-2022 pada Pemprov Malut oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dengan nomor: 13/LHP/XIX.TER/12/2012 tanggal 29 Desember 2022.

BPK menyebutkan, bahwa pada tahun anggaran 2021 hingga Oktober 2022, Pemprov Malut merealisasikan belanja modal jalan irigasi dan jaringan (JIJ) masing-masing sebesar Rp 319,146.662.578,98 dan Rp 256.600,343.392,79 atau 54,21% dan 100,11% dari anggaran masing-masing sebesar Rp 588.758,064.627,00 dan Rp 256.322.982.268,00. Realisasi dari delapan paket pekerjaan pada Dinas PUPR, seluruhnya bersumber dari dana pinjaman dari PT Sarana Multi frastruktur (SMI) Persero.

Sementara dalam perjanjian pinjaman pembiayaan dengan PT SMI ditandatangani pada 30 Agustus 2020 dengan nilai pinjaman setinggi-tingginya sebesar Rp 314.505.000.000,00 dan tujuan penggunaannya adalah untuk membiayai infrastruktur paket pekerjaan belanja modal JIJ.

Dengan begitu, perjanjian pinjaman pembiayaan dari PT SMI memberikan batasan dan aturan mengenai hal-hal yang dilarang dilakukan oleh Pemprov Malut selama masa pembiayaan, antara lain melakukan perubahan kontrak dengan pelaksana kegiatan yang menyangkut perubahan atas biaya dan/atau jangka waktu penyelesaian kontrak tanpa persetujuan tertulis dari PT SMI.

“BPK telah melakukan pemeriksaan atas realisasi belanja modal JIJ pada Dinas PUPR yang bersumber dari dana pinjaman PT SMI terdapat denda keterlambatan dari delapan paket sebesar Rp 94.371.523.167,27. Untuk kekurangan volume terdapat lima item pekerjaan sebesar Rp 1.903.511.202,32, sementara tidak sesuai spesifikasi terdapat tiga item pekerjaan sebesar Rp 21.555.592.969,85. Hal ini jika dikalkulasi secara keselurahan maka terdapat kekurangan volume sebesar Rp 117 miliar lebih,” tulis BPK, Senin (30/1).

Delapan paket proyek yang dibiayai SMI tersebut di antaranya, ruas jalan Matuting-Ranga Ranga dengan nilai kontrak Rp 62.610.000.000. Kemudian, Payahe-Dehepodo (Hotmix) nilai kontrak Rp 46.700.000.000. Ruas jalan dan jembatan Saketa-Dehepodo nilai kontrak Rp 51.900.000.000.

Selain itu, ruas jalan dan jembatan Ibu-Kedi (Sirtu) nilai kontrak Rp 67.545.000.000. Selanjutnya, ruas Jalan Tolabit-Toliwang-Kao (Hotmix) nilai kontrak Rp 22.100.000.000. Kemudian, pembangunan jembatan Kali Oba II (lanjutan) nilai kontrak Rp 25.000.000.000. Ruas jalan Bahar Andili (segmen Sofifi-Akekolano) nilai kontrak Rp 15.000.000.000. Peningkatan dan pembangunan jalan dan jembatan ruas Waiina-Malibufa nilai kontrak Rp 29.572.000.000,00.

Terhadap temuan ini, BPK merekomendasikan Gubernur Malut, Abdul Gani Kasuba, agar memerintahkan kepada Kadis PUPR untuk menginstruksikan PPK tiap-tiap paket pekerjaan untuk menghitung potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp 23 miliar lebih. (ano/tan)